Jokowi: Presiden Boleh Memihak dan Lakukan Kampanye
Boleh, selama ambil cuti dan tak gunakan fasilitas negara.
Jakarta, FORTUNE – Presiden Joko Widodo (Jokowi) beri tanggapan soal sikap presiden selama Pemilihan Umum (Pemilu). Menurutnya, seorang Presiden berhak memihak dan melakukan Kampanye, namun tak boleh menggunakan fasilitas negara untuk melakukannya dalam pemilihan umum.
“Ini kan hak demokrasi, hak politik setiap orang. Setiap Menteri (pun) sama saja. Presiden itu boleh lho kampanye, presiden itu boleh lho memihak. Tapi, yang paling penting, waktu kampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara. Kita ini pejabat publik, sekaligus pejabat politik,” ujarnya saat memberikan keterangan pers di Lanud Halim Perdanakusuma, Rabu (24/1).
Menurutnya, tidak ada ketentuan yang melarang Presiden maupun Menteri untuk memihak salah satu calon Presiden atau calon Wakil Presiden.
Tapi, keputusan itu akan kembali kepada individu masing-masing. “Semua itu pegangannya aturan, kalau aturannya boleh ya silakan, atau aturannya nggak boleh (berarti) tidak,” katanya.
Tidak clear
Pernyataan Jokowi mendapatkan banyak tanggapan dari berbagai pihak.
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Kahfi Adlan Hafiz, yang menyebut bahwa pernyataan Jokowi itu diungkapkan karena adanya persoalan kerangka hukum, terutama Undang-Undang (UU) Pemilu.
“Kerangka hukum kita tidak clear memberikan ketentuan di dalam UU pemilu itu terkait dengan netralitas, kampanye dari pejabat negara,” ujarnya.
Diketahui, dalam UU Nomor 7 Tahun 2017, pada pasal 281, 299, dan 300, seorang Presiden dan Wakil Presiden memang berhak untuk berkampanye, namun dengan tetap memperhatikan tugas pemerintahan dan menjalani cuti di luar tanggungan negara. Selain itu, kampanye tersebut tidak boleh menggunakan fasilitas jabatan.
Padahal, pada pasal 282 UU yang sama menyebutkan "pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, serta kepala desa membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu selama masa kampanye.”
Selain itu, pada pasal 283, UU juga melarang para pejabat negara sampai Aparatur Sipil Negara (ASN) melakukan kegiatan yang berpihak kepada peserta pemilu tertentu, baik sebelum, saat pemilu, dan setelah kampanye.
“Memang agak sulit menggunakan undang-undang. Tetapi, kita bisa mendorong presiden atau pejabat negara lainnya untuk tetap bisa memberikan ruang yang setara bagi tiap peserta pemilu dengan menjadikan etika sebagai panduan yang paling penting untuk menjaga integritas pemilu, agar state resources yang ada tidak dimanfaatkan untuk pemenangan kelompok politik tertentu,” kata Kahfi.