Jakarta, FORTUNE – Menteri Koperasi dan UKM (MenkopUKM), Teten Masduki, menyatakan bahwa pemerintah memberikan sinyal positif terkait penghapusan kredit macet UMKM.
Teten mengatakan tidak semua kredit UMKM yang macet akan dihapus dan ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. “Akan ada penilaian mendalam, macetnya itu seperti apa dan karena apa. Tentunya, hal itu tidak berlaku bila mengandung unsur pidana atau moral hazard," ujarnya dalam keterangan di laman KemenkopUKM, Rabu (9/8).
MenkopUKM rinci beberapa aspek syarat bagi UMKM untuk bisa ikut dalam program pengahapusan kredit macet, sebagai berikut:
- Piutang macet UMKM pada bank dan atau lembaga keuangan non-bank BUMN).
- Bank dan atau lembaga keuangan non-bank BUMN telah melakukan upaya restrukturisasi dan atau penagihan secara optimal.
- Kriteria hapus tagih piutang macet UMKM adalah KUR dan tahap 2 non KUR dengan ketentuan debitur, seperti: Debitur dengan kriteria UMKM (PP 7/2021); Debitur KUR dengan akad kredit terhitung sejak tahun 20153; Nilai maksimum kredit sebesar Rp500 juta (KUR); Nilai Maksimum kredit sebesar Rp5 miliar (Non KUR); Piutang telah macet (Kol 5) dan sudah dilakukan hapus buku; Debitur masih bermaksud menjalankan usaha dan mengembangkan usahanya.
Landasan hukum
Teten mengatakan ada sejumlah aturan yang akan menjadi payung hukum dari program penghapusan kredit macet UMKM.
Ia menegaskan, amanat UU Nomor 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) perlu segera dilakukan, yaitu penghapus tagih kredit macet bagi UMKM agar dapat segera bangkit dari dampak pandemi dan mencapai porsi kredit perbankan sebesar 30 persen bagi UMKM pada 2024.
"Prediksi Bappenas tahun 2024 kredit usaha perbankan hanya mencapai 24 persen, salah satunya disebabkan tidak lolos SLIK (Sistem Layanan Informasi Keuangan). Presiden ingin porsi kredit perbankan mencapai 30 persen di tahun 2024," ujar Teten.
Selain itu, terdapat UU UUP2SK Pasal 250 dan Pasal 251 mengatur penghapusbukuan kredit macet kepada UMKM untuk mendukung kelancaran pemberian akses pembiayaan kepada UMKM. “Pasal ini memberi payung hukum bagi bank dan lembaga keuangan non-bank BUMN untuk penghapusbukuan dan penghapustagihan kredit macet UMKM untuk mendukung kelancaran pemberian akses pembiayaan kepada UMKM,” ujarnya.
Negara lain
Teten mengatakan tujuan penghapustagihan piutang macet adalah untuk mendukung pemberian akses pembiayaan kembali kepada UMKM.
Menurutnya, program serupa sudah berjalan di negara lain, seperti Irlandia dengan nominal rata-rata yang dihapusbukukan kurang lebih 18.543 Euro atau sekitar Rp309,40 (kurs Rp16.685 per Euro). Menurut Teten, dari 200 UKM Irlandia yang disurvei, ditemukan bahwa kredit macet disebabkan oleh pelanggan yang gagal bayar dan keadaan bangkrut.
Sedangkan di Amerika Serikat, jangka waktu penghapusan kredit macet UMKM ditujukan untuk tunggakan agunan lebih dari 2 tahun. “Pada saat penghapusan, Bank harus mengklasifikasikan utang tersebut sebagai CNC atau close-out,” kata Teten.