Menparekraf Ungkap Alasan Penundaan Kenaikan Pajak Hiburan
Ekonomi Indonesia belum siap untuk pajak hiburan.
Jakarta, FORTUNE – Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Sandiaga Salahuddin Uno, mengungkapkan alasan pemerintah membatalkan pengenaan kenaikan Pajak Hiburan tahun ini dengan berbagai pertimbangan kondisi industri saat ini.
“Keadaan ekonomi pasca-pandemi ini belum sepenuhnya pulih. Untuk itu arahannya adalah dibuat tidak naik dibandingkan tahun lalu,” ujarnya dalam Weekly Brief Kemenparekraf, Senin (29/1).
Menko Marves, Luhut Binsar Pandjaitan sebelumnya juga menyatakan, tidak ada kenaikan pajak hiburan. Hal ini sebagaimana arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
UU Nomor 1 tahun 2022, mengatur adanya ambang batas terendah dan tertinggi untuk pajak hiburan tertentu antara 40-75 persen. Sementara, hiburan lainnya maksimal hanya mencapai 10 persen.
Terus membantu
Pengacara Hotman Paris juga menyinggung bahwa banyak pengusaha klub di Bali keberatan bahkan bakal mengamuk bila pajak hiburan 40-75 persen diterapkan.
Menanggapi hal ini, Sandiaga menyatakan berupaya membantu dengan meniadakan kenaikan pajak di tahun ini. Ia memastikan mendukung seluruh pelaku yang bergerak dalam industri pariwisata dan ekonomi kreatif.
"Tahun lalu kami bawa klub bang hotman ke World Travel Mark untuk kita bantu promosikan dan kita ada hubungan sangat baik setiap baik ada permasalahan di lapangan ada fasilitasi semuanya berlangsung baik hubungan kami dan kondusif pajak ini memicu suatu polemik karena kita sedang bersaing dengan destinasi wisata dunia lainnya, Bali dan Indonesia ini berulang mendapatkan penghargaan, apresiasi dan prestasi baik," kata Sandiaga.
Penundaan
Menko Luhut mengatakan, melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemedagri) menerbitkan Surat Edaran Nomor 900.1.13.1/403/SJ agar pemerintah daerah menunda penerapan pajak hiburan tersebut.
Hal ini diberlakukan untuk membantu 20 juta lapangan kerja, agar tak terdampak kenaikan pajak tersebut.
“Kembali yang lama itu (aturan pajak hiburan), kan kasian nanti bisa tutup semua lapangan kerja kepada 20 juta orang itu, ya kan ndak benar itu,” ujarnya (26/1).
Sejalan dengan ini, ia juga mempersilakan para pengusaha hiburan untuk melakukan judicial review untuk UU Nomor 1/2022, selama tidak menyalahi aturan. “Semua punya hak maju ke MK kalau masalah judicial review, jadi jangan dibilang melanggar konstitusi atau UU, enggak melanggar, itu prosedur yang dibuat untuk men-challenge Undang-undang yang ada,” katanya.