Di Forum KTT G7, Jokowi Minta Diskriminasi Perdagangan Dihentikan
Jokowi nyatakan bahwa kerja sama harus setara dan inklusif.
Jakarta, FORTUNE – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan bahwa hak setiap negara untuk membangun dan berkembang harus dihormati. Dengan demikian, berbagai monopoli dan kebijakan diskriminatif terhadap komoditas perdagangan negara berkembang harus dihentikan.
Hal itu diungkapkan di hadapan para pemimpin negara di ajang Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G7, di Hiroshima, Jepang.
Menurutnya, pandemi mengajarkan bahwa keterlibatan negara dalam rantai pasok global itu sangat penting. “Apakah equality, inclusiveness, dan understanding sudah jadi spirit bersama yang kita kembangkan? Kita harus berani berkata jujur, banyak hal harus kita perbaiki,” ujarnya dalam Sesi Kerja Mitra G7 di Jepang, seperti dikutip dari laman Setkab, Senin (22/5).
Menurut Jokowi, bekerja sama berkaitan erat dengan kesetaraan, inklusivitas, dan sikap saling memahami. “Saya ingin tegaskan yang dunia butuhkan saat ini bukan polarisasi yang memecah belah, tapi justru kolaborasi yang mempersatukan dan negara G7 punya peran besar dalam ciptakan kolaborasi yang konkret dan setara,” katanya.
Hilirisasi
Pada kesempatan tersebut, Jokowi menyinggung kesempatan bagi negara-negara berkembang yang hanya diberi ruang mengekspor komoditas bahan mentah seperti zaman kolonialisme. “Apakah adil negara kaya SDA (Sumber Daya Alam) seperti Indonesia dihalangi menikmati nilai tambah SDA-nya? Dihalangi mengolah SDA-nya di dalam negeri?” tanya Presiden.
Jokowi berharap, G7 bisa jadi mitra dalam berbagai hilirisasi dan sudah saatnya membentuk organisasi kerja sama seperti OPEC, namun khusus untuk produk seperti nikel atau kelapa sawit.
Indonesia memiliki lebih dari 270 juta penduduk yang menjadi jangkar perdamaian, demokrasi, dan ekonomi di kawasan Asia Tenggara dan Asia Pasifik. Ia juga mengatakan, Indonesia tak menutup diri, melainkan bekerja keras untuk meningkatkan kerja sama yang setara, dengan hasil yang menguntungkan bagi semua.
Aksi nyata
Jokowi mengimbau baik negara G7 maupun negara berkembang yang diundang pada KTT G7, berkontribusi sesuai kapasitasnya dalam menghadapi isu perubahan iklim yang makin nyata. “Bumi ini butuh aksi nyata, bukan talk the talk yang tidak berujung konkret,” katanya.
Presiden menegaskan bahwa dukungan pendanaan iklim bagi negara berkembang harus konstruktif dan jauh dari kebijakan diskriminatif yang mengatasnamakan lingkungan.
Dukungan pendanaan dalam bentuk seperti utang, menurutnya hanya akan menjadi beban. “Saya harus sampaikan, jujur negara berkembang ragu terhadap komitmen pendanaan negara maju yang hingga kini komitmen US$100 miliar per tahun masih belum terpenuhi,” ujarnya.
Peran Indonesia
Terkait isu perubahan iklim, Jokowi menyampaikan Indonesia Indonesia telah meningkatkan target penurunan emisi sebesar 31,89 persen dengan kemampuan sendiri dan 43,2 persen dengan dukungan internasional.
Sejumlah upaya menurutnya telah dilakukan, seperti menurunkan secara signifikan laju deforestasi dan diklaim terendah selama 20 tahun terakhir, merehabilitasi 600.000 hektare hutan mangrove selesai di 2024. "Merehabilitasi 3 juta hektare lahan kritis, kebakaran hutan turun 88 persen, bangun 30.000 hektare kawasan industri hijau, dan dorong pengembangan ekosistem EV,” kata Jokowi.