Para Komposer Musik Deklarasikan AKSI Untuk Perjuangkan Hak Royalti
AKSI jadi gerakan moral dan konstitutif bagi para komposer.
Jakarta, FORTUNE – Sejumlah pencipta lagu Tanah Air mendeklarasikan pendirian Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI) pada Senin (3/7), sebagai bagian dari perjuangan hak ekonomi para pencipta lagu akan royalti dan karya-karya mereka ciptakan yang dibawakan pada setiap pertunjukan musik.
Ketua Umum AKSI yang juga gitaris band Padi, Satriyo Yudi Wahono, atau lebih dikenal dengan nama panggung Piyu, mengatakan saat ini keberadaan profesi pencipta lagu–komposer–Indonesia sedang tidak baik-baik saja. “Kami ingin melakukan bukan hanya gerakan moral saja, tapi juga konstitutif ke depannya,” saat membuka acara deklarasi AKSI, Senin (3/7).
Sebelumnya, Piyu mengatakan, beberapa komposer Indonesia sudah memulai upaya–setelah kasus royalti Ahmad Dhani dan Once mencuat–mulai dari audiensi bersama jajaran Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), termasuk Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI), sampai Focus Group Discussion (FGD) untuk membahas berbagai kekisruhan tentang aturan main hak royalti para pencipta lagu.
“Disimpulkan, aturan perundang-undangan mengenai hak cipta memang perlu untuk direvisi, lalu Peraturan Pemerintah (PP) 56 yang berisi tentang aturan pemungutan royalti dan sebagainya memang bermasalah,” ujar Piyu.
AKSI nantinya akan berperan sebagai wadah para pencipta lagu yang akan mengawasi proses pemungutan hak royalti atas karya cipta para komposer. “Di awal AKSI akan mengumpulkan para komposer di seluruh Indonesia untuk melakukan gerakan moral–soal royalti–melalui edukasi di berbagai media,” katanya.
Sejalan dengan itu, AKSI melihat sistem pendistribusian royalti tidak baik-baik saja. “Jadi kami bersama-sama akan mengusulkan perubahan dan revisi konstitutif, supaya nanti tidak perlu lagi ada gesekan antara pelaku pertunjukkan atau penyanyi dengan pencipta lagu,” ujarnya.
Kelola performing rights
Pada kesempatan yang sama, Ketua Dewan Pembina AKSI yang juga pentolan band DEWA 19, Ahmad Dhani Prasetyo, mengatakan AKSI berharap bisa ikut mengelola performing rights (live event) atas lagu-lagu ciptaan para komposer di Indonesia. “Kita harus duduk bersama dalam mensejahterakan para komposer, bukan ngajak perang atau macem-macem,” ujarnya.
Menurut Dhani, semua pihak–baik DJKI, Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), pelaku pertunjukkan, maupun para seniman musik dan pencipta lagu–harus berdiskusi untuk mencari solusi atas permasalahan klasik yang sudah lama dibiarkan terjadi berkenaan dengan hak royalti para pencipta lagu atas karya-karya mereka.
Dhani mengatakan, selama ini LMKN mengumpulkan royalti dari berbagai sumber dengan pencapaian sekitar Rp140 miliar. Namun, khusus dari performing rights hanya didapat sekitar Rp900 juta, yang berarti tidak sampai 1 persen saja. “Nah ini yang kami (pencipta lagu) merasa kurang puas. Maka dari itu, kami minta pada LMKN, udah yang 1 persen kue royalti itu kami kelola, supaya kalau memang kecil ya kami nggak perlu complain,” ujarnya.
Wadah perjuangan komposer
Sekretaris Jenderal AKSI yang juga seorang komposer, Doadibadai Hollo, mengatakan AKSI akan memfasilitasi para komposer untuk memperjuangkan hak-haknya melalui audiensi dan advokasi, terutama saat berhadapa dengan aturan berlaku yang dinilai masih banyak menyisakan celah kurang menguntungkan bagi para pencipta lagu. “Kalau bisa kami bawa ke parlemen, kami akan bawa, untuk masuk ke Program Legislasi Nasional (Prolegnas),” katanya.
Dengan adanya AKSI, para komposer yang saat ini bergabung sebanyak 44 orang, akan punya komunitas dan bisa berjuang untuk hak-hak mereka dalam sebuah asosiasi yang berkekuatan hukum resmi. “AKSI akan menjadi fasilitator mereka, supaya komposer merasa aman, ketika punya masalah dengan karya-karya mereka,” ujar Badai.