Pengamat Sebut Obral Insentif IKN Bisa Buat Investor Asing Ragu
Pemerintah perlu benahi skema insentif dan lahan IKN.
Jakarta, FORTUNE - Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, mengatakan banyaknya insentif pajak dan durasi sewa Hak Guna Usaha (HGU) hingga 190 tahun justru akan membuat para investor asing ragu-ragu untuk berinvestasi di Ibu Kota Nusantara (IKN).
“Jangan obral insentif terlalu banyak. Justru investor akan ragu buat apa kasih 190 tahun HGU, [mereka bisa berpikir] apa karena proyek tidak laku?” kata Bhima kepada Fortune Indonesia, Selasa (21/11).
Menurutnya, untuk menarik investasi asing di IKN, pemerintah perlu memperbaiki sejumlah hal, seperti skema insentif dan lahan. Selain itu, masterplan IKN juga perlu dibenahi lagi.
“Dorong keterbukaan semua proses di IKN, termasuk daftar nama investor yang sudah membuat Letter of Intent (LoI) hingga proyek yang sedang tahap pembahasan hingga financial closing. Lalu, membuat ESG scoring bagi tiap proyek yang ditawarkan,” ujar Bhima.
Dia pun berpendapat pemerintah perlu menjaga kestabilan politik, mengingat Indonesia akan menggelar pemilihan umum secara serentak tahun depan. Pemerintah dinilai perlu menciptakan netralitas, sehingga mengurangi kegaduhan yang terjadi, yang bisa menambah keraguan pada pihak investor asing yang berminat masuk IKN.
Alasan keraguan investor
Lebih lanjut, Bhima mengatakan lambatnya progres investor asing untuk masuk IKN disebabkan oleh beberapa hal.
Pertama, para investor dinilai tidak yakin pada detail pengembangan IKN, termasuk proyeksi penduduk yang dipastikan akan tinggal di kawasan tersebut.
Para investor biasanya melakukan uji kelayakan dulu, dan bila mereka melihat banyak rencana masih meragukan, maka mereka akan menunda investasinya.
“Kedua, terdapat kebingungan antara pembangunan di IKN dengan masifnya pengembangan megaproyek di Jawa. Salah satunya rencana perpanjangan kereta cepat Jakarta-Surabaya. Karena kebutuhan investasinya sama-sama besar, maka investor akhirnya masih melihat ceruk pasar dan potensi ekonomi masih tetap berpusat di Jawa,” ujar Bhima.
Sementara itu, alasan ketiga adalah kondisi perekonomian global yang masih berisiko dengan naiknya suku bunga dan inflasi.
Kemudian, faktor Pemilu dan berbagai 'drama' yang terjadi menjelang pesta politik di Indonesia, menuai kekhawatiran akan keberlanjutan program IKN pada tahun-tahun mendatang.
Alasan kelima, para investor, khususnya yang berasal dari negara maju, punya standarisasi ESG yang makin ketat.
“Sementara, pembangunan IKN masih dikhawatirkan memicu deforestasi, dampak sosial ke masyarakat lokal, hingga masih dinilai lemah terkait transparansi atau tata kelola. Itu yang buat mismatch antara standar investor dengan IKN,” katanya.
Belum ada investor asing di IKN
Sebelumnya, ketika bertemu dengan awak media, Presiden Joko Widodo (Jokowi) secara jelas menyatakan bahwa hingga saat ini belum ada satu pun investor asing yang positif masuk dalam pengembangan IKN.
Meski begitu, dia tetap optimistis para investor asing akan segera menanamkan modalnya.
“Saya yakin bahwa setelah investor di dalam negeri bergerak, semakin banyak setiap bulannya investor dari luar akan segera masuk. Kita lihat saja nanti. Pasti akan masuk,” katanya.
Investasi asing masih berupa LOI
Badan Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) mengungkap minat investor asing pada proyek pembangunan IKN sangat tinggi. Sejauh ini telah ada sekitar 305 LOI yang masuk, dengan 172 di antaranya berasal dari dalam negeri.
Investor Singapura tercatat paling banyak menyatakan minat investasinya di IKN, yakni 27 investor.
Deputi Bidang Pembiayaan dan Investasi Otorita IKN, Agung Wicaksono, mengatakan tahapan investasi yang dimulai dari penyampaian LOI hingga diraihnya kesepakatan oleh investor domestik berlangsung lebih cepat ketimbang investor asing.
“Saya bisa jawab bahwa di tahapan ini minat investor asing sangat banyak. Jadi, kalau 172 dari 305 ini adalah (investor) 'Merah Putih', sekitar 133 adalah investor asing,” katanya, Senin (20/11).
Dalam menentukan investor yang masuk, pihak Otorita IKN memang melakukannya berdasarkan prioritas. Hal ini terlihat dari proyek-proyek prioritas yang memang diserahkan pada investor domestik lebih dahulu. Selain itu, investor domestik juga diberikan keleluasaan untuk menggandeng mitra dari pihak asing.