Bertemu Jokowi, Putin Tanggapi Masalah Krisis Pangan Akibat Perang
Krisis pangan ancam negara berkembang, termasuk Indonesia.
Jakarta, FORTUNE – Presiden Joko Widodo (Jokowi) membahas masalah ancaman krisis pangan akibat konflik Rusia-Ukraina dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin dalam pertemuan di Istana Kremlin, Moskow.
Putin menanggapi dan mengatakan, Rusia berniat untuk terus menjalankan komitmen kontraktual yang sudah terjalin dengan itikad baik untuk pasokan bahan makanan, pupuk, serta sumber daya energi dan barang-barang penting lainnya.
Menurutnya, masalah pangan yang terjadi di pasar global sertakaitannya dengan sanksi yang telah dijatuhkan negara-negara barat. “Negara-negara (barat) ini melarang kapal Rusia memasuki pelabuhan, atau melakukan pembayaran, bahkan mempermasalahkan pengiriman, asuransi, dan semua yang terkait dengan makanan serta pupuk. Semuanya sedang dibahas di tingkat PBB,” kata Putin seperti dikutip dari kantor berita Rusia, Tass Kamis (30/6)
Menurutnya, masalah makanan bisa jadi pembicaraan panjang, tetapi sekarang kita perlu mengambil tindakan agar situasi krisis ini tidak semakin tragis. Dia pun mengatakan, ekspor gandum dari Ukraina bisa diatur untuk melalui jalur Rumania, Polandia, Belarusia, Danube, dan pelabuhan di Laut Azov.
Rusia juga telah mencabut semua pembatasan ekspor pupuk, karena produksi sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan domestik maupun global. “Kami siap untuk sepenuhnya memenuhi permintaan produsen pertanian dari Indonesia dan negara-negara sahabat lainnya untuk nitrogen, fosfat, pupuk kalium dan bahan baku untuk produksi mereka,” ucap Putin.
Keluh kesah atas sanksi barat
Presiden Putin, berkeluh kesah ke Presiden Jokowi, terkait berbagai sanksi yang diterapkan negara-negara barat terhadap perusahaan Rusia.
Putin mengatakan bahwa pembatasan yang diberlakukan terhadap sejumlah perusahaan Rusia telah mempersulit bisnis mereka. “Secara resmi, makanan dan pupuk tidak termasuk dalam sanksi, ini benar. Tetapi pemilik perusahaan kami yang memproduksi pupuk, dan bahkan anggota keluarga mereka, dikenakan sanksi. Ini mempersulit penandatanganan kontrak,” kata Putin saat bertemu Presiden Jokowi, seperti dikutip dari media berita Rusia, Tass, Kamis (30/6).
Putin menambahkan, bahwa sanksi dikenakan pada sejumlah asuransi kargo sehingga semakin memperumit transaksi keuangan yang berlaku. “Mereka (negara barat) tidak secara resmi menjatuhkan sanksi pada beberapa produk, tetapi menciptakan kondisi sedemikian rupa, sehingga menjadi jauh lebih sulit untuk memasoknya (komoditas ekspor) ke pasar luar negeri,” tuturnya.
Jokowi siap tengahi dialog Rusia-Ukraina
Jokowi mengatakan kepada Presiden Rusia, dirinya siap untuk membantu dialog antara Rusia dan Ukraina, demi terwujudnya resolusi damai, setelah pertikaian yang tak kunjung usai sejak awal 2022.
Jokowi juga mengatakan membawa pesan dari Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, terkait desakan menuju resolusi perdamaian. “Situasinya masih sangat sulit, tetapi perlu menuju penyelesaian damai dan memulai dialog,” katanya seperti dikutip dari Tass, Kamis (30/6).
Hal itu menjadi isu penting dan menjadi konflik Rusia-Ukraina, terutama bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia. Terlebih bagi yang cukup bergantung pada impor komoditas dari Rusia maupun Ukraina.
Menurutnya, masalah pasokan pangan global tidak akan membaik bila pupuk Rusia dan gandum Ukraina tidak tersedia dalam rantai pasok global.
Kerja sama antar kawasan
Putin mengharapkan negosiasi yang bermanfaat mengenai rancangan perjanjian zona perdagangan bebas antara Indonesia dan Uni Ekonomi Eurasia (EAEU) akan diadakan pada akhir tahun. Negara-negara anggota EAEU, antara lain adalah Rusia, Armenia, Belarus, Kazakhstan, dan Kirgistan.
“Kami sangat mementingkan penciptaan zona perdagangan bebas antara Indonesia dan Uni Ekonomi Eurasia. Saya berharap negosiasi mengenai rancangan perjanjian yang relevan akan diadakan pada akhir tahun dan akan membuahkan hasil,” ujar Presiden Putin.
Banyak perusahaan Rusia, khususnya di sektor energi, yang beroperasi di Indonesia. “Rosatom State Corporation–perusahaan nuklir Rusia–memiliki pengalaman unik, berkompeten, dengan teknologi yang tidak dimiliki negara lain, siap untuk berpartisipasi dalam proyek bersama, termasuk yang terkait dengan penggunaan teknologi nuklir non-energi, misalnya, untuk kedokteran dan bidang pertanian," tuturnya.