Jokowi Ungkap 3 Strategi Merealisasikan Ekonomi Hijau di WEF
Upaya konservasi dan restorasi lingkungan cukup berhasil.
Jakarta, FORTUNE – Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan sejumlah strategi yang dijalankan pemerintah untuk mewujudkan ekonomi hijau dalam World Economic Forum (WEF). Strategi itu di antaranya seperti pembangunan rendah karbon, kebijakan net zero emissions pada 2060, dan sejumlah stimulus hijau.
Jokowi mengatakan, upaya konservasi dan restorasi lingkungan di Indonesia cukup berhasil dilaksanakan. “Laju deforestasi turun signifikan hingga 75 persen pada periode 2019-2020, di angka 115 ribu hektare. Lalu, kebakaran hutan juga turun drastis, hotspot misalnya di tahun 2014 ada 89 ribu, pada 2021 menurun jadi 1.300,” katanya saat berbincang dengan Ketua Eksekutif Klaus Schwab, secara virtual, Kamis (20/1).
Restorasi lahan gambut dan rehabilitasi mangrove pun berjalan baikm dengan skema pembiayaan konservasi dan restorasi pun telah disiapkan dengan mendirikan badan pengelola dana lingkungan hidup. “Yang bersumber dari dalam dan luar negeri, dengan prinsip berkelanjutan, kredibel, dan akuntabel,” ujarnya.
Skema green sukuk
Terkait pembangunan ramah lingkungan, Mantan Walikota Solo ini mengatakan bahwa Indonesia memiliki skema pembiayaan inovatif untuk mendukung sejumlah agenda, salah satunya skema green sukuk.
Skema ini akan menjadi alternatif pembiayaan pembangunan pemerintah. “Termasuk penerbitan government bonds kategori Environmental, Social, dan Governance (ESG) untuk memperluas basis investasi yang harus environmental and socially responsible,” ujar Jokowi.
Nilai ekonomi karbon
Pemerintah secara bertahap juga akan mengembangkan mekanisme nilai ekonomi karbon sebagai insentif bagi pihak swasta dalam mencapai penurunan emisi. Upaya ini dilakukan dalam beberapa program, seperti penerapan budget taking untuk anggaran iklim pada APBN dan menerapkan pajak karbon dalam menangani perubahan iklim.
Menurutnya, Indonesia berpotensi menjadi global market leader dalam skema perdagangan karbon dunia, bahkan diprediksi mampu mengalahkan potensi perdagangan karbon di Peru, Kenya, dan Brazil sebagai sesama negara yang memiliki luasan hutan tropis terbesar di dunia.
"Pembentukan harga karbon by country di Indonesia juga relatif bersaing, kompetitif dibandingkan negara pionir perdagangan karbon lainnya,” ujar Presiden Joko Widodo.
Teknologi dan pendanaan
Presiden menegaskan bahwa Indonesia telah berkomitmen untuk memulai transisi energi ramah lingkungan secara bertahap. Namun, hal ini membutuhkan pembiayaan yang cukup besar, serta akses kepada teknologi hijau.
Kedua hal ini menjadi kunci agar transisi energi yang diupayakan tidak terlalu membebani keuangan negara. Untuk itu, Indonesia mewakili negara berkembang lainnya, meminta negara maju untuk berkontribusi dalam transisi ini.
Jokowi mencontohkan Indonesia yang butuh sekitar US$50 miliar untuk transformasi menuju energi baru terbarukan dan US$37 miliar untuk sektor kehutanan, guna lahan, dan karbon laut. “Sumber pendanaan dan alih teknologi akan menjadi game changer, pengembangan skema pendanaan inovatif harus dilakukan,” ucapnya kepada Klaus.