Sandiaga: 'Kartu Kuning' UNESCO Jadi Alarm bagi RI
Berkenaan dengan pariwisata dan ekonomi masyarakat sekitar.
Jakarta, FORTUNE – Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Sandiaga Salahuddin Uno, menanggapi pemberian kartu kuning UNESCO kepada kawasan geopark Danau Toba. Menurutnya, hal ini merupakan alarm bagi Indonesia untuk lebih bersinergi antar seluruh lapisan masyarakat.
“Apa yang di-highlight UNESCO itu, kami sedang menunggu teks lengkapnya, sudah kami lakukan, tapi belum terkomunikasikan, belum tersinergi dengan baik. Banyak sekali yang dilakukan Badan Pelaksana Otorita Danau Toba (BPODT) yang belum tersinergikan dengan badan pengelola," ujar Sandiaga dalam weekly press briefing, Senin (2/10).
Oleh sebab itu, ia meminta ke depan setiap pemangku kepentingan, seperti badan otorita dan badan pengelola akan lebih banyak lagi terintegrasi dalam berbagai kegiatan. Hal ini juga akan melibatkan pemerintah daerah dan pusat, mengingat kawasan Kaldera Toba adalah salah satu dari Destinasi Pariwisata Super Prioritas yang punya potensi besar pada perekonomian masyarakat dan negara.
UNESCO memberikan ‘kartu kuning’ pada Taman Bumi (Geopark) Kaldera Toba pada rapat Global Geopark yang diadakan di Maroko, 4-5 September lalu. UNESCO menilai badan pengelola belum memenuhi beberapa kriteria yang ditetapkan, sehingga harus melakukan perbaikan sebelum validasi ulang dua tahun mendatang.
Belum timbulkan kerugian
Meski berpotensi memberikan dampak pada kegiatan pariwisata yang berjalan di kawasan Geopark, Sandiaga mengatakan bahwa belum ada kerugian yang dilaporkan terjadi usai peringatan dari UNESCO ini. “Justru di Kaldera Toba ini ada peningkatan jumlah kunjungan daripada tahun lalu, didorong dengan beberapa event besar,” katanya.
Meski demikian, Sandiaga akan memastikan bahwa komunikasi dan narasi yang keluar akan menunjukkan bahwa semua pihak–termasuk Kemenparekraf–akan serius menangani masalah ini. “Kami menunggu narasi lengkap di awal tahun depan,” ujarnya.
Harus serius
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi X DPR, Agustina Wilujeng Pramestuti, berharap ‘kartu kuning’ dari UNESCO ini jangan sampai terulang lagi dan harus disikapi serius, dengan menanggapi evaluasi dan rekomendasi dari UNESCO.
“Karena dampak dari (jika) status dicabut akan berkorelasi negatif terhadap kepariwisataan Indonesia khususnya di Geopark Kaldera Toba, yang menjadi salah satu bagian dari destinasi superprioritas kita,” ujarnya dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi X, Senin (2/10).
Masalah ini juga akan menjadi masukan bagi komisi X DPR, untuk makin memperkuat argumentasi revisi Undang-Undang Kepariwisataan yang tengah berlangsung. “Khususnya terkait mengenai pengaturan kelembagaan dan pengaturan kewenangan pusat dan daerah supaya destinasi wisata superprioritas dalam pengelolaannya terhadap lembaga yang terlibat ini bisa tepat, sesuai dengan tupoksi, tidak tumpang tindih seperti ini,” katanya.
7 Rekomendasi
Dalam RDP tersebut, Kepala Badan Pengelola Toba Kaldera UNESCO Geopark Sumatra Utara, Zumri Sulthony, menyampaikan 7 rekomendasi yang diberikan UNESCO bagi Badan Pengelola, sebagai berikut:
- Menurut hasil temuan validator, pemetaan warisan geologi di kawasan Kaldera Toba masih kurang.
- Warisan lainnya seperti warisan yang tidak diperuntukkan, warisan budaya, dan warisan tak benda juga dinilai masih kurang dan harus dilakukan pemetaannya.
- Menurut validator yang berkunjung ke kawasan Kaldera Toba, manajemen dalam hal ini Badan Pengelola kurang representative, sehingga perlu dilakukan perubahan manajemen atau reorganisasi.
- Tidak optimalnya visibilitas dengan pengadaan gerbang, monumen, dan panel interpretasi agar mempermudah pengunjung untuk menjelajahi kawasan geopark Kaldera Toba.
- Penggunaan logo-logo geopark dalam seluruh area yang ada di Kaldera Toba, misalnya di brosur, buku, maupun peta, dinilai masih perlu ditingkatkan.
- Badan Pengelola diminta untuk memperkuat kegiatan partnership, baik secara lokal, nasional, maupun internasional.
- Badan Pengelola diminta untuk melakukan penguatan komunitas terhadap jaringan ataupun perwakilan UNESCO yang ada di Indonesia maupun yang ada di Paris.