Beban Kerja Tinggi, Banyak Pekerja Melewatkan Makan Siang
98% pekerja akui istirahat dapat meningkatkan produktivitas.
Jakarta, FORTUNE - Dalam dunia kerja yang serba cepat saat ini, waktu makan siang semakin jarang dinikmati oleh para karyawan, bahkan menahan rasa lapar mungkin bukan hal yang asing lagi. Melansir Fortune.com, ebuah studi terbaru dari ezCater, perusahaan teknologi makanan, mengungkapkan bahwa mayoritas pekerja tidak mengambil istirahat makan siang karena beban kerja yang tinggi.
Laporan bertajuk Lunch Report 2024 meneliti 1.000 karyawan penuh waktu secara nasional serta 4.000 pekerja di 10 kota besar di dunia mengungkap hampir setengah dari karyawan penuh waktu, atau sekitar 49 persen, mengaku melewatkan makan siang setidaknya sekali dalam seminggu.
Salah satu alasannya adalah kekhawatiran bahwa mereka tidak akan memiliki waktu cukup untuk menyelesaikan tugas jika mengambil istirahat. Sementara itu, yang lain merasa kewalahan dengan rapat yang berturut-turut atau ingin menyelesaikan pekerjaan lebih awal.
Akibatnya, semakin sedikit karyawan yang menjauh dari meja mereka untuk beristirahat. Hanya 38 persen dari responden yang menyatakan bahwa mereka bisa makan siang jauh dari meja setiap hari.
Gen Z sering melewatkan makan siang
Studi ini juga menunjukkan bahwa Gen Z adalah kelompok yang paling mungkin melewatkan makan siang. Lebih dari setengah pekerja muda ini mengaku melewatkan makan siang dua kali seminggu. Meskipun ezCater melaporkan bahwa makan siang adalah bagian favorit mereka dari hari kerja, rasa bersalah sering menjadi penghalang.
EzCater mencatat bahwa Gen Z empat kali lebih mungkin merasa bersalah karena mengambil istirahat dibandingkan dengan generasi Baby Boomers. Selain itu, waktu istirahat mereka kerap terganggu oleh jadwal rapat.
Meskipun semakin banyak pekerja yang melewatkan makan siang, sebanyak 98 persen dari mereka yang disurvei masih percaya bahwa istirahat dapat meningkatkan kinerja. Mereka yang mengambil istirahat dilaporkan merasa lebih bahagia dan tidak mudah kelelahan.
Sebagai pengganti makan siang, tren "budaya suguhan kecil" semakin berkembang. Tren ini, yang dipopulerkan oleh TikTok, mendorong para pekerja untuk menikmati “suguhan kecil” setidaknya sekali seminggu.
Menurut laporan, 87 persen pekerja Gen Z melakukannya. Istirahat untuk kopi spesial, camilan manis, atau makanan ringan kini menjadi cara para pekerja, terutama generasi muda, untuk memberi penghargaan pada diri mereka di tengah kesibukan. Gen Z juga cenderung lebih banyak menghabiskan uang untuk suguhan ini, dengan 28 persen mengeluarkan lebih dari US$10 per minggu, dibandingkan hanya 15 persen dari generasi yang lebih tua.
Bagi perusahaan yang ingin menarik pekerja hibrid ke kantor, Lunch Report 2024 menemukan bahwa makan siang gratis adalah motivator yang kuat. Sebanyak 58 persen pekerja hybrid menyatakan bahwa mereka akan bersedia bekerja di kantor setidaknya tiga hari dalam seminggu jika disediakan makan siang gratis.
Di tengah Budaya Kerja di mana istirahat makan siang semakin langka, memberikan keuntungan seperti makan siang gratis bisa menjadi salah satu kunci untuk meningkatkan produktivitas, kesejahteraan karyawan, dan kehadiran di kantor.