NEWS

Ketua Apindo Sebut Anies Langgar Aturan Soal Kenaikan UMP

KSPI sebut Apindo seperti “menyiramkan bensin dalam api”.

Ketua Apindo Sebut Anies Langgar Aturan Soal Kenaikan UMPSejumlah demonstran yang tergabung dalam KSPI berunjuk rasa di depan Kantor Gubernur Banten di Serang, Senin (6/12). ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman
20 December 2021

Jakarta, FORTUNE - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha (Apindo), Hariyadi Sukamdani, menegaskan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan melanggar aturan saat merevisi Upah Minimum Provinsi (UMP). 

Hariyadi mengatakan, dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tidak disebutkan ada revisi, sehingga hasil final kenaikan UMP 0,8 persen tidak boleh diubah menjadi 5,1 persen. 

"Ini strong message (pesan yang kuat) untuk Pak Gubernur (Anies) ya, tadi saya sampaikan ini melanggar lho," kata Hariyadi dalam konferensi pers yang digelar hybrid, Senin (20/12).

Sikap Anies Baswedan dinilai karena alasan politis

Apa yang dilakukan Anies, kata Hariyadi, akan menjadi catatan saat dia hendak melanjutkan karier politiknya ke tingkat nasional. Sebab Anies dinilai membuat regulasi berdasarkan tekanan-tekanan kelompok tertentu dan bukan berdasarkan aturan yang sudah diberikan oleh pemerintah pusat.

"Ini jadi catatan tersendiri, apalagi kalau mau nyapres, jadi catatan," tutur Haryadi. 

Dipaparkan pula bahwa ajakan musyawarah yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta atas keputusan kenaikan UMP 5,1 persen tidak berlaku lagi. Selain sudah terlambat untuk diajak diskusi, Hariyadi menyebut keputusan yang diambil Anies sudah berketetapan hukum sesaat setelah diumumkan.

 "Kami sekarang sudah bicaranya hukum, kalau mau dimusyawarahkan ya kemarin, nggak bisa begitu berubah-ubah, ada aturan mainnya," kata dia. 

Sebagai informasi, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan resmi merevisi kenaikan UMP DKI Jakarta 2022 dari sebelumnya 0,8 persen menjadi 5,1 persen. Kenaikan UMP tersebut, kata Anies, untuk memberikan hidup layak bagi pekerja dan tidak memberatkan bagi pengusaha. 

"Kami menilai kenaikan 5,1 persen ini suatu kelayakan bagi pekerja dan tetap terjangkau bagi pengusaha. Ini juga sekaligus meningkatkan kemampuan daya beli masyarakat. Ini wujud apresiasi bagi pekerja dan juga semangat bagi geliat ekonomi dan dunia usaha. Harapan kami ke depan, ekonomi dapat lebih cepat derapnya demi kebaikan kita semua," kata Anies, Sabtu (18/12).

Pernyataan sikap Apindo

Konferensi pers Apindo, Senin (12/20) dihadiri Ketua Umum Apindo Hariyadi B. Sukamdani, Wakil Ketua DPP DKI Jakarta Nurjaman, Wakil Ketua Umum Kadin bidang ketenagakerjaan Adi Mahfudz Wuhadji dan Ketua Kadin DKI Jakarta Diana Dewi. Mewakili dunia usaha, Apindo mengambil sikap tegas dengan menekankan pada sejumlah poin, di antaranya:

  1. Kepala Daerah, dalam hal ini Gubernur DKI Jakarta, telah melanggar regulasi Pengupahan yang berlaku saat ini, terutama Peraturan Pemerintah (PP) No.36 Tahun 2021 tentang Pengupahan yaitu pasal 26 mengenai cara perhitungan upah minimum dan pasal 27 mengenai Upah minimum provinsi. Selain itu revisi ini bertentangan dengan pasal 29 tentang waktu penetapan Upah Minimum yang selambat-lambatnya ditetapkan pada tanggal 21 November 2021.
  2. Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta secara sepihak melakukan revisi UMP DKI Jakarta 2022 tanpa memperhatikan pendapat dunia usaha, khususnya APINDO DKI Jakarta yang menjadi bagian dari Dewan Pengupahan Daerah sebagai unsur dunia usaha (pengusaha). Dewan Pengupahan Daerah terdiri dari unsur Tripartit: Pemerintah, Serikat Pekerja/Buruh, dan Pengusaha.
  3. Dengan revisi UMP DKI Jakarta 2022 tersebut maka upaya untuk mengembalikan prinsip Upah Minimum sebagai Jaring Pengaman Sosial (JPS atau Social Safety Net) bagi pekerja pemula tanpa pengalaman tidak terwujud dan kembali menjadi Upah Rata-rata sehingga penerapan Struktur Skala Upah akan sulit dilakukan karena ruang/jarak antara UM dengan Upah diatas UM menjadi kecil.

Atas kondisi tersebut, APINDO menyayangkan keputusan Gubernur DKI Jakarta atas revisi besaran UMP DKI Jakarta dan menyatakan:

  1. Meminta kepada Kementerian Ketenagakerjaan RI untuk memberikan sanksi kepada Kepala Daerah yang telah melawan hukum regulasi Ketenagakerjaan, terutama Pengupahan, karena hal tersebut berpotensi menimbulkan iklim tidak kondusif bagi dunia usaha dan perekonomian Nasional.
  2. Meminta kepada Menteri Dalam Negeri untuk memberikan pembinaan atau sanksi kepada Kepala Daerah, Gubernur DKI Jakarta yang tidak memahami peraturan perundangan sehingga mengakibatkan melemahnya sistem pemerintahan, sebagaimana amanat UU 23 tahun 2014, Pasal 373 yang intinya Pemerintah Pusat melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
  3. Menggugat aturan revisi tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) jika Gubernur DKI benar-benar mengimplementasikan regulasi perubahan tersebut.
  4. Menghimbau seluruh perusahaan di Jakarta untuk tidak menerapkan revisi UMP DKI Jakarta 2022 sembari menunggu Keputusan PTUN berkekuatan hukum tetap, namun tetap mengikuti Keputusan Gubernur DKI Jakarta no. 1395 Tahun 2021 yang ditetapkan tanggal 19 November 2021.

Related Topics

    © 2024 Fortune Media IP Limited. All rights reserved. Reproduction in whole or part without written permission is prohibited.