Jakarta, FORTUNE - Imbas penurunan penjualan dan persaingan ketat dalam pasar mobil listrik yang semakin meningkat, Tesla berencana untuk melakukan pengurangan jumlah karyawan secara global lebih dari 10 persen. Pemberitahuan ini berasal dari memo internal perusahaan yang ditulis CEO Tesla, Elon Musk, demikian dilaporkan oleh Reuters dikutip Selasa (16/4).
Menurut laporan tahunan, Tesla memiliki 140.473 karyawan di seluruh dunia pada Desember 2023. Namun, memo internal tidak memberikan informasi mengenai jumlah pasti karyawan yang akan terkena dampak dari pengurangan ini.
Sumber yang mengetahui masalah ini menyebutkan bahwa beberapa staf di California dan Texas telah diberitahu tentang rencana pengurangan karyawan.
Saat kami mempersiapkan perusahaan untuk fase pertumbuhan berikutnya, sangat penting untuk mempertimbangkan setiap aspek perusahaan untuk pengurangan biaya dan peningkatan produktivitas," tulis Musk dalam memo perusahaan.
"Sebagai bagian dari upaya ini, kami telah melakukan peninjauan menyeluruh terhadap organisasi tersebut dan membuat keputusan sulit untuk mengurangi jumlah karyawan kami lebih dari 10 persen secara global," imbuhnya.
Terkait kabar PHK ini, Tesla tidak menanggapi permintaan komentar dari Reuters. Namun, dalam cuitan di X, Musk membenarkan kabar PHK tersebut.
"Setiap lima tahun, kami perlu melakukan reorganisasi dan merampingkan perusahaan untuk fase pertumbuhan berikutnya," tulisnya, Senin (16/4).
Saham Tesla anjlok
Langkah PHK ini juga terpengaruh pembatalan produksi mobil murah Tesla. Menurut laporan eksklusif Reuters pada 5 April lalu, mobil seharga US$25 ribu yang diharapkan dapat mendorong penjualan tidak akan dirilis.Sebelumnya, Musk menyatakan bahwa mobil yang dikenal dengan nama Model 2 ini seharusnya mulai diproduksi pada akhir 2025.
Di lain sisi, saham Tesla mengalami penurunan sebesar 1,3 persen menurut laporan dari Reuters. Saham perusahaan mobil listrik milik Elon Musk ini telah turun sekitar 31 persen sepanjang tahun 2024.
Kinerjanya kalah dari produsen mobil konvensional seperti Toyota Motor dan General Motors, yang sahamnya masing-masing naik 45 persen dan 20 persen karena lambatnya transisi konsumen dari kendaraan bermesin pembakaran internal tradisional.
Selain itu, perusahaan energi raksasa BP juga telah melakukan pemotongan lebih dari sepuluh persen tenaga kerja di bisnis pengisian daya kendaraan listrik, karena harapan terhadap pertumbuhan pesat kendaraan listrik komersial yang tidak tercapai. Hal ini menyoroti dampak yang lebih luas dari melambatnya permintaan akan kendaraan listrik.