4 Tersangka Kasus Izin Ekspor Minyak Goreng Terancam Hukuman Mati
Tersangka dijerat Pasal 2 dan 3 UU Tindak Pidana Korupsi.
Jakarta, FORTUNE - Empat tersangka kasus pemberian izin ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) dan turunannya terancam penjara seumur hidup hingga hukuman mati.
Kasus tersebut diselidiki oleh Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung usai fenomena kelangkaan minyak goreng terjadi di Indonesia selama Januari 2021-Maret 2022. Salah satu tersangka adalah Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Indrasari Wisnu Wardhana. "(Dijerat) Pasal 2 atau Pasal 3 UU Tipikor ya. Itu pasal utamanya," kata Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda bidang Pidana Khusus, Supardi seperti dikutip Antara, Rabu (19/4).
Pasal 2 UU Tipikor mengatur pemberian sanksi pidana kepada setiap orang yang memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara.
Ancaman pidana dari penerapan pasal ini ialah penjara seumur hidup atau paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun. Ada pula ancaman hukuman denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Dalam Pasal 2 ayat (2), dijelaskan bahwa dalam keadaan tertentu hukuman pidana mati dapat dijatuhkan kepada terdakwa.
Lalu, Pasal 3 UU Tipikor mengatur pemberian sanksi pidana kepada setiap orang yang memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara. Ancaman hukumannya berupa pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit Rp50 juta serta paling banyak Rp1 miliar.
Supardi menjelaskan bahwa dalam kasus pemberian izin ekspor ini, penyidik bakal mendalami dugaan pemberian suap yang dilakukan oleh para tersangka. "Pasal 12 itu kan suap. Itu mungkin (didalami) kalau ada nanti modusnya. Utamanya Pasal 2 Pasal 3," ujarnya.
Tersangka lain yang telah ditetapkan Kejaksaan Agung adalah Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor; Senior Manager Corporate Affairs Permata Hijau Group, Stanley MA; dan General Manager Musim Mas, Picare Tagore Sitanggang.
Kronologi kasus korupsi izin ekspor
Kasus ini berawal ketika Kejaksaan Agung menyelidiki kasus dugaan tindak pidana korupsi minyak goreng yang akhirnya menyebabkan kelangkaan hingga kerugian perekonomian negara. Supardi menyatakan telah memerintahkan 10 jaksa penyelidik untuk memantau dugaan korupsi dari kelangkaan minyak goreng di Tanah Air.
Pemantauan itu, kata Supardi, dilakukan jauh sebelum Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) melaporkan perkara dugaan tindak pidana korupsi minyak goreng ke Kejaksaan Agung.
Berikutnya, setelah beberapa lama, Supardi memanggil sejumlah eksportir minyak goreng. Ia menduga ada perbuatan melawan hukum terkait kebijakan wajib pasok kebutuhan minyak goreng dalam negeri atau domestic market obligation (DMO).
Masih terkait minyak goreng, pada Selasa (5/4), Kejaksaan telah menemukan indikasi adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya terhadap dua perusahaan swasta. Kedua perusahaan tersebut yaitu PT Mikie Oleo Nabati Industri (OI) dan PT Karya Indah Alam Sejahtera (IS).
Kejagung menduga ada gratifikasi untuk memuluskan proses penerbitan PE, padahal kedua perusahaan tersebut dianggap tidak memenuhi syarat DMO 20 persen dari total ekspor, serta tidak mendistribusikan CPO dan RBD Palm Olein ke dalam negeri. “Disinyalir ada gratifikasi dalam pemberian izin penerbitan PE,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana, dalam keterangannya, Selasa (5/4).
Jokowi minta diusut tuntas
Presiden Joko Widodo meminta agar aparat hukum bisa mengusut tuntas para mafia minyak goreng. "Kemarin dari Kejaksaan Agung sudah menetapkan empat tersangka urusan minyak goreng ini dan saya minta diusut tuntas sehingga kita bisa tahu siapa ini yang bermain ini bisa mengerti," ujar Jokowi dalam pernyataannya, Rabu (20/4).
Dia memandang bahwa saat ini minyak goreng masih menjadi persoalan di tengah masyarakat meskipun pemerintah telah memberikan subsidi BLT Minyak Goreng. Jokowi berharap harga minyak goreng yang saat ini tinggi bisa kembali mendekati normal.
"Kita ingin harganya yang lebih mendekati normal. Jadi memang harganya tinggi, karena apa? Harga di luar, harga internasional itu tinggi banget, sehingga kecenderungan produsen itu penginnya ekspor memang harganya tinggi di luar," katanya.