Bapanas Enggan Revisi HET Beras, Peritel Diminta Pangkas Margin
Revisi HET beras dirasa kurang tepat saat fluktuasi harga.
Jakarta, FORTUNE - Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, merespons permintaan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) untuk merelaksasi harga eceran tertinggi (HET) Beras, dengan alasan harga beras di pasaran telah melambung.
Menurut Arief, menaikkan HET beras bukan solusi mengatasi lonjakan harga. Sebab, masalah utamanya adalah berkaitan dengan kurangnya produksi beras.
"Januari sampai Februari kondisi neraca beras kita kurang 2,8 juta ton. Makanya jauh-jauh hari pemerintah mempersiapkan importasi," kata Arief saat ditemui di Pasar Induk Beras Cipinang, Senin (12/2).
Dia mengatakan bahwa HET itu harus memperhitungkan pengeluaran produksi beras, bukan hanya mempertimbangkan harga pasar hari ini saja.
"Makanya sekarang kalau mau diubah tidak tepat. Kebijakan HET bisa diambil ketika kondisi seimbang, sementara sekarang kita masih banyak dari impor," kata Arief.
Agar tidak ada pihak yang merugi, Bapanas meminta kepada Perum Bulog untuk menyuplai beras kepada ritel dengan harga yang lebih murah.
Selain itu, Arief juga meminta agar para pengusaha ritel untuk sementara waktu menurunkan margin dari penjualan beras agar harga tidak jauh melampaui HET yang ditetapkan.
Pemerintah menetapkan HET beras premium sekitar Rp13.900 - Rp14.800 per kilogram dan beras medium Rp10.900-Rp11.800 per kilogram.
"Dari Bulog kita agak turunkan sedikit (harganya). Nanti Pak Roy saya minta 1-2 bulan ini marginnya juga (diturunkan) untuk Merah Putih. Ya kita sama-sama, jadi temen-teman ini kan semua ada margin, marginnya kurangin tapi enggak rugi ya boleh kan," ujar Arief.
Keluh kesah Aprindo terkait beras
Sementara itu, Ketua Umum Aprindo, Roy N. Mandey, mengatakan relaksasi ini dimaksud agar peritel dapat membeli bahan pokok dan penting tersebut dari para produsen yang telah mengerek naik harga beli di atas HET selama sepekan terakhir.
Dia mengungkapkan harga beli meningkat 20–35 persen dari harga sebelumnya. Akibatnya, peritel tidak ada pilihan dan harus membeli beras dengan harga di atas HET dari para produsen atau pemasok beras lokal.
“Bagaimana mungkin kami menjualnya dengan HET? Siapa yang akan menanggung kerugiannya? Siapa yang akan bertanggung jawab bila terjadi kekosongan dan kelangkaan bahan pokok dan penting tersebut pada gerai ritel modern kami, karena kami tidak mungkin membeli mahal dan menjual rugi,” kata Roy dalam keterangan tertulisnya.
Dengan demikian, Aprindo meminta jaminan kepada pemerintah untuk dapat menyediakan beras di toko ritel.