Bos MIND ID Minta Dukungan DPR Dorong Pembatasan Smelter
Khawatir terjadi oversupply hasil tambang.
Fortune Recap
- Hendi menyampaikan kekhawatirannya terhadap fenomena oversupply yang telah terjadi pada produk ferro nickel.
- Dia juga meminta dukungan Komisi XII mengatasi kebutuhan energi sebesar 5 GW yang tidak tercantum dalam RUPTL.
Jakarta, FORTUNE - Direktur Utama MIND ID, Hendi Prio Santoso, mengajukan permohonan kepada Komisi XII DPR untuk mendukung pembatasan pembangunan Smelter baru. Menurut Hendi, langkah ini perlu dilakukan untuk menghindari risiko oversupply Mineral di pasar global yang dapat mengakibatkan penurunan harga signifikan.
“Kami memohon dukungan kepada Komisi XII, karena Komisi XII memiliki peran penting dalam mengawasi tata niaga dan tata kelola sektor mineral dan energi. Dengan dukungan Komisi XII, kami berharap ada pengaturan yang lebih baik dalam jumlah smelter yang dibangun," kata Hendi dalam rapat dengar pendapat bersama dengan Komisi XII DPR, Rabu (4/12).
Hendi menyatakan kekhawatirannya terhadap fenomena oversupply yang telah terjadi pada produk ferro nickel yang menjadi bahan baku stainless steel. Kondisi ini menyebabkan harga ferro nickel turun drastis hingga hampir tidak dapat menutupi biaya produksi.
“Hal ini berdampak pada kemampuan industri untuk bertahan,” ujarnya.
Selain membahas pembatasan smelter, Hendi juga meminta dukungan Komisi XII untuk mengatasi kebutuhan energi sebesar 5 gigawatt (GW) yang tidak tercantum dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL). Energi tersebut diperlukan untuk menunjang operasional smelter-smelter baru yang akan dibangun oleh MIND ID.
“Kami memohon agar diberikan keleluasaan dalam penyediaan listrik untuk kebutuhan internal kami. Ini penting untuk mendukung rencana pembangunan smelter yang sudah kami rancang,” kata Hendi.
Harus ada pembatasan untuk kuota produksi mineral
Hendi juga menekankan pentingnya penetapan kuota produksi untuk mineral kritis dan strategis nasional guna menjaga stabilisasi harga di pasar dunia. Ia mencontohkan pengalaman masa lalu ketika produksi timah Indonesia yang tidak terkontrol menyebabkan oversupply di pasar global, sehingga harga timah anjlok signifikan.
“Produksi timah yang membanjiri pasar dunia pada akhirnya merugikan negara kita sendiri. Harganya jatuh, devisa yang diterima pun tidak optimal. Oleh karena itu, penting bagi regulator untuk memastikan kuota produksi tidak melebihi kebutuhan pasar dunia,” kata Hendi.
Melalui pengaturan yang lebih baik, Hendi berharap Indonesia dapat mempertahankan stabilitas harga komoditas mineral di pasar internasional sekaligus memaksimalkan pendapatan negara.
Permintaan ini mencerminkan upaya MIND mendorong tata kelola sektor mineral yang lebih berkelanjutan. Komisi XII diharapkan dapat mengambil langkah-langkah strategis dalam mengatur tata niaga dan tata kelola sektor mineral demi menjaga kepentingan nasional, dan mencegah kerugian akibat ketidakseimbangan supply-demand global.