BPDPKS Bantah Program B35 Hanya Untungkan Pengusaha
Tujuan awal ada BPDPKS adalah menstabilkan harga sawit.
Jakarta, FORTUNE - Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) membantah bahwa dana subsidi dan program B35 menguntungkan pengusaha kelapa sawit.
Direktur Utama BPDPKS, Eddy Abdurrachman, menegaskan penyaluran subsidi menggunakan skema selisih harga indeks pasar (HIP) antara biodiesel-solar dan pungutan ekspor kepada perusahaan sawit adalah hal yang berbeda.
"Tidak ada kaitannya antara pungutan ekspor dengan produksi ini. Itu berdiri sendiri-sendiri. Saya tekankan berdiri sendiri-sendiri. Banyak perusahaan biodiesel yang bukan eksportir," kata Eddy saat ditemui di Hotel Mandarin, Jakarta, Kamis (9/2).
Eddy menegaskan uang subsidi itu bukan untuk kepentingan pengusaha. Menurutnya, subsidi justru menjaga agar harga biodiesel dan solar di masyarakat terjangkau.
Dia pun menekankan bahwa pihaknya juga menganggarkan dana khusus untuk peremajaan sawit rakyat (PSR), namun realisasinya tidak pernah maksimal. Tahun ini, BPDPKS memberikan Rp30 juta per hektare lahan kelapa sawit untuk PSR. Namun, capaian Program PSR pada 2022 hanya 30.700 hektare, sedangkan targetnya 180.000 hektar.
"Jangan membeda-bedakan antara biodiesel sama peremajaan sawit rakyat (PSR). Berapa pun sekarang ini tadi yang diperlukan untuk PSR akan kami kasih, sepanjang itu bisa terserap. Masalahnya gini loh, misal alokasikan Rp50 triliun, tapi kamu [petani] cuma bisa menyerap Rp1 triliun. Kan gak ada gunanya Rp50 triliun itu," ujarnya.
Dia menjelaskan tujuan awal dari pembentukan dari BPDPKS adalah untuk menstabilkan harga sawit. Tahun ini BPDPKS mengganggarkan Rp35 triliun untuk program B35 bagi 13,15 juta kilo liter.
Jika tidak terjadi selisih harga, maka anggaran tersebut berpotensi tidak terserap. Jika ada kesenjangan harga yang lebar antara harga solar dan fatty acid methyl ester atau FAME (biodiesel), anggaran itu bisa jadi tidak cukup, seperti pada 2021, BPDPKS harus membayar Rp51 triliun.
Tidak ada intervensi pengusaha
Ia juga membantah tudingan bahwa arah kebijakan hingga anggaran BPDPKS dipengaruhi nama-nama besar pimpinan perusahaan sawit.
"Komite Pengarah itu terdiri hanya 8 menteri. Yang perusahaan-perusahaan itu narasumber disebutnya. Narasumber itu apabila diperlukan, termasuk petani. Apkasindo (petani sawit) itu juga narasumber," ujar Eddy.
Sebelumnya, Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) meluncurkan laporan baru untuk merespons peluncuran B35 tersebut. Langkah itu sekaligus mengingatkan pemerintah dalam perbaikan tata kelola biodiesel yang selama ini tidak transparan dan tidak melibatkan petani skala kecil dalam rantai pasok.
Melalui laporan SPKS tersebut ditemukan, sepanjang 2019-2021, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) menghimpun dana pungutan ekspor CPO Rp70,99 triliun. Dalam waktu yang sama, sekitar Rp66,78 triliun mengalir untuk subsidi biodiesel atau 94,07 persen dari dana yang terhimpun.
SPKS juga mencatat sederet korporasi raksasa yang mendapatkan keuntungan yang sangat besar dari subsidi untuk pengembangan biodiesel BPDPKS: Wilmar, produsen minyak goreng sejumlah merek, mulai dari Sania, Sovia, hingga Fortune; Musim Mas; dan Royal Golden Eagle.