Erick Thohir Turun Tangan Atasi Kelangkaan Minyak Goreng
Produksi minyak goreng dari perusahaan BUMN hanya 7 persen.
Jakarta, FORTUNE - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir membeberkan strategi perusahaan pelat merah untuk mengatasi kelangkaan minyak goreng.
Dia menjelaskan bahwa luas lahan perkebunan kelapa sawit milik BUMN hanya 4 persen dari total yang ada di Indonesia. Kemudian, dari luas lahan tersebut kontribusi terhadap produksi minyak goreng nasional baru 7 persen.
"Saat ada isu minyak goreng kita switch seperempat produksi yang tadinya bukan minyak goreng, kita ubah. Kemudian kita gelar operasi pasar," ujar Erick saat menghadiri CNBC Indonesia Economic Outlook 2022 yang disiarkan secara virtual, Selasa (23/3).
Erick mengajak swasta penguasa mayoritas lahan dan produksi minyak goreng untuk turut bergerak. Sebab, perekonomian yang tumbuh membutuhkan kerukunan.
"Karena itu sejak awal kan kita juga mengetuk teman-teman swasta yang memang perkebunan ini kan 56 persen dari teman-teman swasta. Ayolah, kalau yang namanya ekonomi kita tumbuh, kan perlu ada kerukunan,” katanya.
PTPN Group atau Holding Perkebunan Nusantara telah menggelar operasi pasar murah di wilayah Kuala Tanjung, Desa Sionggang-Toba, Kota Medan, Jambi, Cianjur, Malang, Lampung, dan Yogyakarta. PTPN Group mendedikasikan sekitar 750.000 liter per bulan selama 5 bulan untuk mendukung program minyak goreng murah Rp14.000 per liter di seluruh Indonesia.
Rencana IPO untuk Subholding Perkebunan Nusantara
Sementara itu, Holding Perkebunan Nusantara tengah mempersiapkan diri untuk menggelar Initial Public Offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun ini. Untuk merealisasikan rencana tersebut, perseroan akan membentuk subholding yang disebut dengan Palm Co.
Direktur Utama Holding Perkebunan Nusantara, Mohammad Abdul Ghani, memastikan bisnis yang dicatatkan sahamnya di pasar modal adalah seluruh bisnis kelapa sawit dan karet.
Aksi korporasi itu untuk mendapatkan value creation tertinggi yang berasal dari konversi karet ke kelapa sawit dan adanya potensi untuk meningkatkan produktivitas pada entitas yang memiliki kinerja lebih rendah. "Di samping itu, perseroan akan diperoleh struktur kapital yang berkelanjutan serta mempertahankan fokus bisnis, mengingat kelapa sawit dan karet memiliki sinergi operasional yang kuat," ujar Abdul Ghani dalam keterangannya, Senin (14/3).