Implementasi B35 Bakal Hemat Devisa Negara hingga US$10,75 Miliar
Kebijakan ini juga diproyeksikan akan mengurangi emisi.
Jakarta, FORTUNE – Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyatakan implementasi kebijakan biodiesel B35 diharapkan dapat menyerap 13,15 juta kiloliter biodiesel bagi industri dalam negeri. Implementasi kebijakan juga diperkirakan akan menghemat devisa US$10,75 miliar.
“Pemerintah mendorong BUMN seperti Pertamina dan PLN untuk menggunakan produk yang lebih sustainable dan mendorong ini menjadi Key Performance Indicator dari para Direksi yang bergerak di bidang energi,” kata Airlangga melalui keynote speech dalam acara Talkshow Energy Corner Special: Implementasi Mandatori Biodiesel B35 yang disiarkan secara virtual, Selasa (31/01).
B35 merupakan bahan bakar dengan presentase pencampuran bahan bakar nabati (BBN) ke dalam bahan bakar minyak (BBM) mencapai 35 persen. Kebijakan tersebut juga meningkatkan nilai tambah industri hilir Rp16,76 triliun dan diproyeksikan dapat mengurangi emisi gas rumah kaca hingga 34,9 juta ton karbondioksida.
Airlangga mengatakan program pencampuran ini telah dimulai sejak 2006, dan dilanjutkan dengan persentase pencampuran biodiesel 2,5 persen, lalu meningkat menjadi 20 persen pada 2012, dan 30 persen pada 2020.
Bahkan, kata Airlangga, B30 berkontribusi besar dalam capaian 36 persen realisasi Energi Baru Terbarukan (EBT) pada 2021. “Indonesia punya inisiatif dalam program B35 dan ini akan kita tingkatkan,” kata dia.
Berkaca dari implementasi B30 pada 2022, telah dialurkan biodiesel hingga lebih dari 10,5 juta kiloliter, yang mampu menghemat devisa US$8,34 miliar atau setara lebih dari Rp122 triliun. Program B30 juga menyerap tenaga kerja lebih dari 1,3 juta orang serta pengurangan emisi Gas Rumah Kaca sekitar 27,8 juta ton karbondioksida.
Tidak akan ganggu pasokan CPO
Airlangga juga memastikan progam B35 tidak menganggu pasokan CPO untuk minyak konsumsi. Sebab, katanya, produsen Crude Palm Oil (CPO) tetap menjamin suplai minyak di dalam negeri sehingga tidak terganggu. Bahkan, menurutnya, per bulan akan disiapkan 450.000 ton CPO atau meningkat dari sebelumnya yang mencapai 350.000 ton.
Pada kesempatan berbeda, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Perekonomian, Musdhalifah Machmud, mengatakan program B35 dapat berjalan karena pemerintah memiliki Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) yang diinisiasi pemerintah, pelaku usaha, dan petani sawit.
Mulanya, badan tersebut dibentuk untuk menghimpun dana pungutan ekspor ekspor kelapa sawit, lalu mengelola dana dan menyalurkannya kembali ke sektor perkebunan sawit.
Pengelolaan dana BPDPKS yang optimal, menurut Musdhalifah, turut menjaga harga Crude Palm Oil (CPO). Sebab, dalam peak season, biasanya harga CPO menjadi rentan.
"Untuk menjaga harga tersebut, BPDPKS perlu melakukan intervensi, menyerap CPO yang diproduksi rakyat, dan mempercepat peremajaan sawit rakyat agar di masa depan kita tetap memiliki sumber daya berkelanjutan dari keekonomian sawit," kata Musdhalifah.
Dia pun mengatakan penggunaan B35 tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan bauran energi baru terbarukan, tapi pula mendukung terciptanya lapangan pekerjaan baru, menurunkan emisi gas rumah kaca, menghemat devisa negara, dan memungkinkan masyarakat menghirup udara lebih bersih.