Indef Ungkap Dampak Negatif BMAD Bila Diberlakukan ke Industri Keramik
Perlu juga diawasi mengenai tindakan balasan dari Cina.
Fortune Recap
- INDEF mengungkap dampak BMAD terhadap impor keramik dari Cina.
- Kebijakan ini dapat menyebabkan trade diversion ke India dan Vietnam.
- Termasuk dampak negatif lainnya adalah harga naik, persaingan pasar berkurang, dan potensi PHK meningkat.
Jakarta, FORTUNE - Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mengungkap sejumlah dampak apabila bea masuk anti dumping (BMAD) diterapkan pada tujuh komoditas impor, termasuk Keramik dari Cina.
Menurut Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi INDEF, Andry Satrio Nugroho, kebijakan ini justru bisa menguntungkan negara lain. Salah satu dampaknya adalah trade diversion ke India dan Vietnam, seperti yang terjadi di Amerika Serikat.
Kedua negara ini, kata Andry, merupakan eksportir terbesar keramik HS 690721.
"India salah satu yang mendapatkan keuntungan saat BMAD produk keramik dari Cina diterapkan di AS," kata Andry yang dikutip dari kanal YouTube INDEF, Selasa (16/7).
Dampak negatif lainnya adalah semakin kecilnya persaingan pasar, yang mengurangi pilihan konsumen dan membuat harga keramik naik. Produsen dalam negeri mungkin akan menaikkan margin keuntungan dengan menekan harga jual akibat kenaikan harga impor keramik.
"Semakin rendah kuantitas atau volume keramik di pasar sementara permintaan keramik domestik meningkat, maka harga yang diterima konsumen akan semakin mahal," ujarnya.
Andry juga menyebutkan bahwa industri non-produsen dalam negeri pada sektor ritel, real estate, properti, importir, forwarder, dan logistik akan dirugikan. Bahkan, ada potensi efisiensi tenaga kerja atau pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dapat meningkatkan jumlah pengangguran.
Dia pun mewanti-wanti tentang risiko balas dendam dari pihak Cina, yang bisa berupa pengenaan tarif dan hambatan-hambatan lain sebagai mitra dagang Indonesia.
Mempertanyakan analisis KADI atas penentuan BMAD
Andry pun mempertanyakan hasil investigasi Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) atas produk keramik impor asal Cina yang dinilai tidak transparan dan tidak menggambarkan suara mayoritas dari sektor industri keramik.
Hal ini bertentangan dengan perjanjian anti-dumping WTO yang mensyaratkan adanya proporsi mayoritsa dari total produksi domestik untuk pengajuan tersebut.
“KADI hanya melibatkan tiga perusahaan saja dari 26 persen dari total produksi nasional,” ujarnya.
KADI juga mengeneralisasi tipe keramik. Menurutnya, kebutuhan akan keramik porselen belum bisa dipenuhi oleh produsen dalam negeri, sementara produsen dalam negeri memiliki keunggulan dalam memproduksi keramik bodi merah.
Industri keramik Indonesia saat ini memiliki target penambahan jumlah ekspansi keramik sebesar 88 juta meter persegi hingga akhir 2024, dari kapasitas total 625 juta meter persegi yang telah ada. Oleh sebab itu, Andry menilai BMAD belum mendesak untuk diberlakukan pada produk keramik porselen.
Sebelumnya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengumumkan akan mengenakan BMAD dan bea masuk tindakan pengamanan (BMTP) pada tujuh komoditas impor dari berbagai negara.
Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan, menyatakan ketujuh komoditas tersebut meliputi tekstil dan produk tekstil, pakaian jadi, keramik, elektronik, kosmetik, barang tekstil jadi, dan alas kaki.