Industri Minuman Masih Bergantung pada Bahan Baku Impor
Industri minuman menyumbang investasi Rp85,09 triliun.
Fortune Recap
- Industri minuman masih bergantung pada bahan baku impor.
- Kementerian Perindustrian menargetkan penggunaan TKDN bahan baku menjadi 25%.
- Industri minuman menyumbang investasi hingga Rp85,09 triliun pada 2023.
Jakarta, FORTUNE - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengungkapkan industri minuman masih banyak bergantung pada bahan baku impor.
Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kemenperin, Merrijantij Punguan Pintaria, mengatakan saat ini sektor industri minuman masih memiliki ketergantungan tinggi terhadap bahan baku asal impor.
"Memang ada beberapa bahan baku dari industri ini yang memang harus didatangkan langsung lewat importasi," kata Merrijantij dalam konferensi pers Kinerja Industri Minuman 2023 dan Tantangan 2024 di Jakarta, Rabu (13/3).
Kendati demikian, dia tidak mengungkap secara mendetail berapa angka ketergantungan industri minuman terhadap bahan baku asal impor.
Padahal, pemerintah telah menetapkan aturan terkait Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) hingga 35 persen pada berbagai sektor industri. Khusus industri minuman, Kemenperin menargetkan penggunaan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) bahan baku menjadi 25 persen.
"Ini kami berupaya keras bagaimana bahan baku ini bisa dipenuhi dari dalam negeri di industri minuman," kata dia.
Namun, dari sisi investasi, industri minuman menyumbang hingga Rp85,09 triliun pada 2023, meningkat dari realisasi tahun sebelumnya Rp84,55 triliun.
Gula sampai kemasan memang harus impor
Ketua Umum Asosiasi Industri Minuman Ringan (ASRIM), Triyono Prijosoesilo, membenarkan bahwa Indonesia masih tergantung pada penggunaan bahan baku impor untuk industri minuman. Ini lantaran harga yang lebih murah dibandingkan produk lokal, salah satunya penggunaan gula atau pemanis buatan.
"Sebagian besar bahan yang kita pakai itu memang sudah sudah lokal, tapi memang ada bahan-bahan yang memang perlu diimpor. Salah satunya, misalnya, ada gula yang lebih murah," ujarnya.
Selain itu, pasokan bahan baku lokal juga masih belum siap untuk menunjang produksi industri minuman. Misalnya ketersediaan buah-buahan untuk minuman jus dalam kemasan.
"Seperti mangga itu enggak selalu ada. Sedangkan produksi kita selama 12 bulan penuh," kata dia.
Kendala lainnya, kata Triyono, adalah keterbatasan kemasan jenis aluminium untuk produk minuman. Sehingga, pelaku industri masih membutuhkan kemasan asal luar negeri.
"Terkait dengan aluminium ataupun plastik, itu ada ada hal-hal yang memang perlu diimpor, memang dari upaya kami terus berusaha untuk menyortir bahan baku tersebut lokal, tapi memang ada tantangan," ujarnya.
Oleh karena itu, dia berharap adanya bantuan pemerintah untuk menyiapkan berbagai bahan baku lokal pengganti impor bagi industri minuman, sehingga dapat menekan impor bahan baku impor yang masih tinggi.
"Mudah-mudahan ini bisa mendapatkan dukungan juga dari pemerintah, agar kami bisa tetap melakukan produksi seperti biasa saja," katanya.