Juli Dilaporkan Jadi Bulan Terpanas Sepanjang Sejarah
Suhu Juni ini telah melampaui rekor panas pada 2019.
Jakarta, FORTUNE - Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) dan European Union’s Copernicus Climate Change Service (C3S) menyatakan bahwa suhu panas yang tercatat pada Juli 2023 telah melampaui rekor dunia.
Gelombang panas melanda tiga kawasan—Amerika Utara, Eropa, dan Asia— sepanjang bulan ini sehingga para peneliti mengatakan rekor panas dimaksud tidak dapat dihindarkan.
Gelombang panas yang terjadi sepanjang Juli di sebelah Barat Daya Amerika Serikat tidak menunjukkan tanda-tanda mereda pada akhir minggu lalu, mengindikasikan adanya pergeseran gelombang panas ke wilayah lain yang berdampak pad alebih dari 128 juta orang AS.
"Pada dasarnya hampir pasti kita akan memecahkan rekor Juli terhangat dalam catatan [sejarah] dan bulan terhangat dalam catatan [sejarah]," kata Direktur Copernicus, Carlo Buontempo, kepada The Associated Press yang dilansir PBS.org, Senin (31/7).
Biasanya, rata-rata suhu global untuk Juli mencapai 16 derajat celsius. Namun, pada Juli tahun ini, rata-rata suhu global hampir mencapai 17 derajat celsius. Dibandingkan dengan Juli 2019 yang sempat tercatat sebagai yang terpanas berdasarkan pencatatan selama 174 tahun, suhu rata-rata pada Juli tahun ini lebih hangat 0,2 derajat Celsius. Copernicus menghitung, selama 23 hari pertama Juli, suhu Bumi rata-rata mencapai 16,95 derajat Celsius.
Mendorong negara-negara mengurangi emisi
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Antonio Guterres, mendesak para pemimpin dunia untuk berbuat lebih banyak demi mengurangi emisi karbon yang memerangkap panas.
“Perubahan iklim sedang terjadi. Itu menakutkan, dan ini baru permulaan,” kata Guterres kepada wartawan dalam jumpa pers di New York. “Era pemanasan global telah berakhir; era pendidihan global telah tiba.”
Buontempo dan ilmuwan lain mengatakan catatan itu berasal dari perubahan iklim yang disebabkan manusia ditambah dengan pemanasan alami El Nino di bagian tengah Pasifik yang mengubah cuaca di seluruh dunia.
Tapi Buontempo mengatakan pemanasan laut di Atlantik juga sangat tinggi—meski jauh dari El Nino.
Sementara para ilmuwan telah lama memperkirakan dunia akan terus menghangat dan mengalami cuaca ekstrem, Buontempo terkejut dengan lonjakan suhu lautan dan hilangnya es laut di Antartika yang memecahkan rekor. “Iklim kadang-kadang tampak menggila,” ujar Buontempo.
Lampui rekor lima tahun lalu
Ilmuwan iklim dari Universitas Leipzig, Karsten Haustein, mengatakan perbedaan antara Juli 2023 dan Juli 2019 sangat besar. Hal itu membuat pihaknya memastikan bahwa Juli tahun ini menjadi bulan paling panas.
“Ini jauh melampaui semua yang kami amati,” kata Haustein dalam konferensi persnya sendiri. "Kita berada di wilayah rekor yang benar-benar baru."
Catatan iklim awal yang tidak begitu sempurna—dikumpulkan dari hal-hal seperti inti es dan lingkaran pohon—menunjukkan Bumi tak pernah sepanas ini dalam 120.000 tahun terakhir. Analisis Haustein didasarkan pada data suhu awal dan model cuaca, termasuk perkiraan suhu hingga akhir bulan ini.
Bukan kebetulan bahwa Juli terpanas dalam catatan telah membawa gelombang panas yang mematikan di AS dan Meksiko, Cina dan Eropa selatan, kebakaran hutan yang menyebabkan asap dan banjir besar di seluruh dunia, kata ilmuwan iklim Imperial College of London, Friederike Otto.