Kemenperin Tanggapi Susi Pudjiastuti tentang Korupsi Impor Garam
Kelebihan kuota impor sebabkan harga garam di pasar anjlok.
Jakarta, FORTUNE - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) buka suara soal pernyataan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti ihwal dugaan korupsi impor garam industri periode 2016-2019. Susi menyampaikan itu saat menjadi saksi dugaan kasus tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas impor industri 2016-2022 di Kejaksaan Agung (Kejagung), Jumat (7/10).
Terdapat rekomendasi impor garam dari KKP sebesar maksimal 1,82 juta ton dengan hanya melalui 3 pelabuhan bongkar, antara lain Ciwandan, Tanjung Perak dan Belawan, dengan periode terbatas pada Januari-April 2018.
Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arif, mengatakan rekomendasi tersebut akan berdampak pada keberlangsungan industri yang membutuhkan garam sebagai bahan baku dan penolong. Sebab, beberapa perusahaan industri memerlukan jaminan keberlangsungan pasokan dan kebutuhannya besar via importasi secara berlanjut tiap bulan khususnya pada sektor industri khlor alkali (CAP).
“Beberapa industri sudah mempunyai jetty sendiri dengan investasi yang tidak murah. Kemudian, sektor industri farmasi yang kebutuhannya tersebar dalam jumlah kecil juga memerlukan importasi melalui udara karena volume kecil tersebut,” kata dia dalam keterangan tertulis, Senin (10/10).
Penetapan kuota impor telah dilakukan transparan
Dia mengatakan Kemenperin menghitung kebutuhan garam sebagai bahan baku dan bahan penolong bagi sektor industri berdasarkan surat pengajuan dari asosiasi industri maupun survei bersama kementerian dan lembaga terkait. Bahkan, termasuk dalam penetapan kuota impor juga dilakukan pembahasan lintas kementerian dan lembaga di bawah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, serta koordinasi dengan Bareskrim POLRI dan melakukan rapat terbatas dengan Wakil Presiden.
“Penetapan kebutuhan impor garam untuk industri sudah transparan dan sesuai prosedur, dan menggambarkan kebutuhan sektor industri manufaktur secara keseluruhan, baik yang membutuhkan garam dari impor maupun dari lokal seperti sektor industri tekstil, penyamakan kulit, dan lainnya,” kata Febri.
Kejagung duga ada kesengajaan
Rekomendasi Kemenperin maupun Persetujuan Impor (PI) garam industri yang diterbitkan Kementerian Perdagangan adalah 3,16 juta ton pada 2018.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Ketut Sumedana, dalam keterangannya, Jumat (8/10), menyebut, langkah Kemenperin tidak mengindahkan rekomendari KKP saat dipimpin Susi.
Dengan keputusan tersebut, terjadi kelebihan suplai dan masuknya garam impor ke pasar garam konsumsi. Itu membuat nilai jual harga garam lokal mengalami penurunan.
"Diduga dalam menentukan kuota impor yang berlebihan dan tanpa memperhatikan kebutuhan riil garam industri nasional tersebut, terdapat unsur kesengajaan yang dilakukan oleh oknum untuk mendapatkan keuntungan pribadi," kata Ketut.
Menanggapi pernyataan Kejagung, Febri menjelaskan penggunaan garam impor diverifikasi oleh lembaga independen pada saat verifikasi untuk kebutuhan tahun berikutnya. Selain itu, perusahaan menyampaikan laporan kepada Kemenperin setiap triwulan.
“Realisasi impor pada kenyataannya selama ini selalu lebih kecil daripada PI yang diterbitkan karena industri pun tidak akan melakukan impor jika memang tidak memerlukan impor. Sedangkan PI tersebut merupakan rencana dari industri,” ujarnya.
Realisasi impor garam industri pada 2018 mencapai 2,84 juta ton. Perolehan itu lebih rendah dari persetujuan impor yang telah diterbitkan.
Kendati demikian, Kemenperin mendukung proses penegakan hukum atas impor garam industri yang sedang dilakukan Kejagung saat ini. Rekomendasi impor yang dikeluarkan Kemenperin tetap berdasarkan kuota yang telah ditetapkan Rakortas di bawah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Jika ada realokasi maupun tambahan kuota, tetap dilakukan berdasarkan Rakortas dan rekomendasi Kemenperin sebagai acuan Kemendag dalam penerbitan PI. Hal ini supaya perubahan tersebut tidak melebihi kuota yang telah ditetapkan dalam Rakortas.
Jika dalam pelaksanaannya ditemukan penyalahgunaan, hal ini merupakan tanggung jawab dari pelaku usaha sesuai aturan Permenperin 34 Nomor 2018 tentang Tatacara Pemberian Rekomendasi Impor Komoditas Pergaraman sebagai Bahan Baku dan Bahan Penolong Industri. Menurut peraturan tersebut, pelaku usaha akan dikenai sanksi tidak memperoleh rekomendasi untuk tahun berikutnya.