Kementan Bantah Tutupi Temuan Kasus PMK pada 2015
Badan Karantina Pertanian bantah adanya malaadministrasi.
Jakarta, FORTUNE - Kementerian Pertanian melalui Badan Karantina Pertanian membantah temuan Ombudsman terkait wabah PMK pada 2015.
Kepala Badan Karantina Pertanian, Bambang, yang kala itu masih menjabat sebagai Kepala Dinas Pertanian di Sulawesi Tengah memastikan data kasus PMK tidak pernah ditemukan. "Saya mengatakan tidak pernah ada berita 2015 ada yang ditutupi, enggak ada itu," kata dia kepada awak media di Kementerian Pertanian, Kamis (21/7).
Pada saat itu, dunia telah mengakui Indonesia telah terbebas dari wabah PMK sejak 1990. Badan Karantina Pertanian membantah adanya malaadministrasi dalam penanganan wabah PMK yang menerpa hewan ternak. Bambang pun meminta bukti atas temuan dari Ombudsman tersebut.
"Kalau ada temuan ini harus bisa dibuktikan. Malaadministrasi saya bisa minta ini yang dikatakan malaadministrasi dari mana," ujarnya.
Kendati begitu, Bambang menegaskan tidak ingin mempersoalkan lebih jauh temuan tersebut. Ia menganggap hal ini sebagai teguran atau pengawasan terhadap kerja karantina.
Akan bertemu dengan Ombudsman
Ia menyebut, dalam waktu dekat akan berinisiatif menyambangi Ombudsman untuk menindaklanjuti temuan tersebut. "Tunjukkan kepada saya, saya bisa tanya kalau ada anak buah yang kurang ajar, anak buah yang macam-macam," tuturnya.
Bambang juga memastikan bahwa Badan Karantina Pertanian selama ini bekerja dengan transparan. Itu, katanya, dibuktikan dengan adanya kerja sama pengawasan oleh Komisi Pengawasan Korupsi (KPK).
Dia juga menyatakan tidak pernah ada niat untuk memperkaya diri. Padahal ada banyak kesempatan untuk meloloskan proses perkarantinaan.
"Kalau ada malaadministrasi, banyak sekali tangkapan 5 ribu lebih. Kaya saya. Kaya sekali petugas karantina kalau ada itu burung harganya miliaran, ribuan kita tolak," ujarnya.
Temuan Ombudsman terhadap PMK
Sebelumnya, Ombudsman Republik Indonesia menduga pemerintah dalam hal ini Badan Karantina Kementerian Pertanian melakukan malaadministrasi dalam menangani wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang menyerang hewan ternak belakangan ini.
"Ombudsman berpandangan terdapat dugaan sangat kuat adanya malaadministrasi yang dilakukan Badan Karantina dalam bentuk kelalaian dan pengabaian kewajiban dalam melakukan tindakan pencegahan setelah mengetahui adanya dugaan kuat telah terjadi infeksi PMK di beberapa daerah di Indonesia," kata Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, saat konferensi pers secara virtual, Kamis, (14/7).
Berdasarkan informasi dan dokumen yang dikumpulkan Ombudsman, kata Yeka, PMK kembali masuk ke Indonesia pada 2015. Namun informasi ini tidak disampaikan ke publik, atau ditutup-tutupi oleh pemerintah kala itu.
“Tidak sedikit uang rakyat digunakan untuk menjalankan tugas pokok dan fungsi Badan Karantina, namun demikian lembaga tersebut gagal dalam membendung pelbagai penyakit eksotik di wilayah Indonesia,” kata Yeka.
Yeka mengatakan Badan Karantina Kementerian Pertanian seharusnya memperketat lalu lintas hewan dan produk hewan di Indonesia sejak 2015. Kemudian, pemerintah pusat dan pemerintah daerah dapat memperkuat lembaga otoritas veterinernya.
Menurutnya, lembaga yang berhak melakukan justifikasi, pengujian, penyidikan, pemeriksaan, hingga soal epidemiologis adalah otoritas veteriner. “Alih-alih memperkuat, banyak sekali justru di saat itu dari periode 2016 sampai 2019, banyak pemerintah daerah yang menghapuskan dinas peternakan dan kesehatan hewan,” ujarnya.
Selain itu, Yeka menyebutkan tidak semua provinsi dan kabupaten/kota memiliki pejabat otoritas veteriner. “Inilah yang mengakibatkan juga lambatnya penanggulangan pengendalian wabah PMK ini,” katanya.