Luhut Targetkan Pembangunan Industri Jelantah untuk Avtur September
Penggunaan minyak jelantah dibuat avtur dinilai lumrah.
Fortune Recap
- SAF ditargetkan meluncur pada @baliairshow, September mendatang, dengan potensi pasokan 1 juta liter minyak jelantah per tahun di Indonesia.
Jakarta, FORTUNE - Menteri Koordinator bidang Maritim dan Investasi (Marves), Luhut Binsar Pandjaitan, memimpin Rapat Rancangan Peta Jalan dan Rencana Aksi Nasional Pengembangan Industri Sustainable Aviation Fuel (SAF) di Indonesia, Rabu (29/5).
Rapat tersebut membahas tentang potensi industri minyak jelantah atau used cooking oil untuk dimanfaatkan sebagai Avtur berkelanjutan.
Dia menyatakan rencana untuk membangun industri minyak jelantah untuk avtur ditargetkan untuk dapat terealisasi tahun ini.
“Saya menargetkan setelah keluarnya Peraturan Presiden, SAF dapat kita luncurkan selambatnya pada @baliairshow September mendatang,” kata Luhut seperti dikutip dari akun Instagram resminya @luhut.pandjaitan, Rabu (29/5).
Dia mengatakan penggunaan minyak jelantah sebagai bahan bakar industri Penerbangan sudah lumrah dilakukan di sejumlah negara, seperti Malaysia dan Singapura.
Indonesia memiliki potensi pasokan 1 juta liter minyak jelantah per tahun dan 95 persennya diekspor ke beberapa negara. Berdasarkan data Asosiasi Transportasi Udara Internasional atau IATA, Indonesia diprediksi akan menjadi pasar aviasi terbesar keempat di dunia dalam beberapa dekade mendatang, “dengan asumsi kebutuhan bahan bakar ini mencapai 7.500 ton liter hingga 2030,” ujarnya.
Pertamina telah melakukan uji coba statis SAF untuk digunakan pada mesin jet CFM56-7B dan berhasil.
Pemanfaatan jelantah dapat menghasilkan Rp12 triliun
Menurut Luhut, pemanfaatan tersebut dapat menciptakan nilai ekonomi, yakni melalui kapasitas produksi kilang-kilang biofuel Pertamina.
Dalam proyeksinya, penjualan SAF secara domestik dan ekspor dapat menciptakan keuntungan lebih dari Rp12 triliun per tahun. Selain itu, pengembangan industri SAF juga akan menjadi pintu masuk bagi investasi kilang biofuel lebih lanjut dari swasta maupun BUMN.
“Seiring meningkatnya aktivitas penerbangan, emisi karbon yang dihasilkan juga akan terus bertambah. Oleh karena itu, intervensi untuk mengurangi emisi karbon menjadi penting. Dari berbagai data dan kajian, bisa saya simpulkan bahwa SAF adalah solusi paling efektif untuk mewujudkan masa depan penerbangan yang ramah lingkungan di Indonesia,” ujar Luhut.
Upaya menciptakan SAF, kata Luhut, bukan hanya menjadi inovasi semata, melainkan suatu komitmen dalam upaya mengurangi emisi karbon global.
Hasil uji coba Pertamina atas avtur berkelanjutan
Sebelumnya, PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) telah berhasil memproduksi avtur berkelanjutan di kilang Cilacap dengan nama Bioavtur J2.4 dari produk turunan kelapa sawit.
J2.4 merujuk pada konsentrasi produk turunan sawit sebesar 2,4 persen yang dicampur ke avtur fosil.
Proyek tahap pertama Bioavtur J2.4 mulai beroperasi pada 2021 dengan kapasitas produksi 9.000 barel per hari. Teknologi pembuatannya dikembangkan oleh Pertamina Research and Technology Innovation (RTI) bersama dengan Institut Teknologi Bandung (ITB) sejak 2010.
PT Pertamina dan PT Garuda Indonesia telah melakukan uji coba pada Bioavtur J2.4 untuk penerbangan komersial dari Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, ke Bandara Adi Soemarmo, Surakarta, dan sebaliknya, pada 2023. Hasil uji coba menunjukkan bahwa performa Bioavtur J2.4 sebanding dengan avtur konvensional.
KPI juga tengah membangun fasilitas produksi avtur berkelanjutan di kilang Cilacap, Jawa Tengah, menggunakan bahan baku minyak jelantah. Fasilitas ini akan beroperasi perdana pada 2026. Fasilitas serupa juga akan dibangun KPI di Kilang Plaju dan Sungai Gerong, Sumatra Selatan.
Pabrik yang diharapkan mulai beroperasi pada 2027 ini akan menghasilkan 20.000 barel per hari bahan bakar bensin, avtur, dan diesel terbarukan.