Mendag Sebut TikTok Predatory Pricing: Jual Separuh Harga Grosir
Zulkifli dengarkan keluh kesah pedagang di pasar.
Jakarta, FORTUNE - Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan telah mengatakan bahwa TikTok terlibat dalam praktik predatory pricing atau menerapkan harga di bawah harga pasar yang bersaing. Platform asal Cina tersebut menjual produk dengan harga yang jauh di bawah harga pasar grosir.
Dia mengungkapkan hal tersebut ketika bertemu dengan pedagang make up dan pemilik toko perawatan kulit di Pasar Asemka, Jakarta Barat, yang mengeluhkan dampak kehadiran TikTok.
“Pusat grosir mestinya paling murah. Tetapi yang dijual di online itu bisa separuh harganya gitu,” kata dia, Jumat (29/9).
Dalam kunjungan tersebut, Zulkifli mengatakan salah satu paket perawatan kulit yang dijual di Pasar Asemka seharga Rp120.000, tapi di TikTok Shop produk serupa dihargai Rp60.000.
Sebagai contoh lain, Zulkifli juga menemukan bedak merek tertentu yang dijual di Pasar Asemka Rp25.000, sedangkan di TikTok hanya dibanderol Rp12.000.
“Di sini (Pasar Asemka) orang datang, di sana (social commerce) ongkos kirim pun enggak bayar lagi. Jadi ini persaingannya enggak sehat kalau begitu,” ujarnya.
Ada aturan mainnya
Zulkifli mengatakan hadirnya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.31/2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik salah satunya bertujuan untuk mencegah adanya predatory pricing di Indonesia.
Menurutnya, arus perdagangan digital perlu diatur agar pelaku UMKM di Tanah Air tidak gulung tikar. Pasalnya, kata dia, suatu negara dapat maju karena UMKM di dalamnya berkembang. “Keluhan seperti ini sudah bertubi-tubi. Hampir semua daerah memberikan laporan. Oleh karena itu, kita atur, kita tata,” ujarnya.
Kendati aturan baru telah dirilis, Zulkifli mengatakan perdagangan secara daring tidaklah terlarang. Namun, semua pelaku usaha ada aturan mainnya, termasuk TikTok.
“Kalau mau social commerce silakan, izinnya ada. Kalau mau e-commerce silakan. Tapi ikuti aturan, enggak bisa satu jadi semuanya gitu,” katanya.
Keluhan pedagang Pasar Asemka
Seorang pedagang yang mengeluhkan omzetnya turun adalah Anton. Penjaja kebutuhan rias di Pasar Asemka, itu mengalami penurunan penjualan hingga 70 persen.
"Akibat online ini omzet turun drastis dari sejak 2021, 2022 kirain naik, tapi malah turun. Pendapatan kosong. Buat bayar karyawan, engap-engapan. Belum listrik. Biaya sewa yang offline kalah total malah," katanya di hadapan wartawan, Jumat (29/9).
Dengan penurunan drastis tersebut, dia menyebut, banyak kawan sesama pedagang terpaksa menutup toko.
Anton pun merasakan adanya praktik predatory pricing oleh platform online dalam menjajakan produk serupa, seperti kebutuhan rias. “Belum lagi online ada gratis ongkir makanya jatuh banget,” ujarnya.