Menperin Tak Ingin Industri Jadi Kambing Hitam Polusi Udara di Jakarta
Dia menargetkan industri dapat capai NZE pada 2050.
Jakarta, FORTUNE - Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita tidak terima sektor industri disebut menjadi penyebab utama polisi udara di DKI Jakarta.
Dia tidak bermaksud untuk bersikap defensif menghadapi isu tuduhan industri sebagai penyebab polusi. Namun, upaya perbaikan akan tetap dilakukan.
"Jangan lagi kalau ada problem atau masalah di masyarakat khususnya berkaitan dengan polusi kita di Kemenperin dijadikan kambing hitam, tidak boleh lagi terjadi," kata Agus dalam acara pembukaan rapat kerja Kementerian Perindustrian untuk membahas strategi dekarbonisasi sektor industri di JW Mariot, Jakarta, Rabu (11/10).
Isu polusi udara di DKI Jakarta telah bergulir selama tiga bulan, padahal pihaknya telah sejak lama mengagendakan dekarbonisasi yang harus digencarkan.
Kemenperin menargetkan net zero emission (NZE) atau nol emisi karbon lebih cepat 10 tahun dibandingkan dengan target NZE nasional pada 2060.
"Sebetulnya, ini bukan pensiunan rencana kerja, ini adalah merupakan penyempurnaan dari rencana kerja sektor industri menuju NZE 2050, 10 tahun lebih cepat dari target NZE nasional 2060," ujarnya.
Lima upaya dekarbonisasi
Agus mengatakan setidaknya ada lima hal yang membuat upaya dekarbonisasi menjadi perhatian bagi Indonesia, yaitu kebutuhan pasar atas produk hijau terus meningkat seiring kesadaran green lifestyle dari konsumen untuk menggunakan produk yang rendah karbon.
Kemudian, adanya kerentanan akibat perubahan iklim dan bencana yang mengakibatkan gagal panen dan krisis air yang mengganggu pasokan bahan baku industri.
Selain itu, adanya regulasi negara tujuan ekspor Indonesia yang mewajibkan praktik berkelanjutan seperti CBAM (Carbon Boarder Adjustment Mechanism) dan EUDR (EU Deforestation Regulation).
Berikutnya, telah berdirinya pasar karbon nasional dan menggeliatnya pasar modal dan investasi yang mengadopsi aspek keberlanjutan terutama dekarbonisasi.
“Hal yang kelima adalah kontribusi terhadap komitmen negara dalam konvensi internasional, antara lain Persetujuan Paris, Konvensi Stockholm, dan Konvensi Minamata,” ujarnya.
Oleh karena itu, dari kelima hal tersebut, langkah-langkah dekarbonisasi menjadi semakin penting, khususnya untuk sektor industri.
Tingkat emisi industri sejak 2015
Dalam pemaparannya, tingkat emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sektor industri di Indonesia pada 2015-2022 mencapai 8-20 persen dibandingkan dengan total emisi GRK nasional.
Sementara itu, jika dilihat dari sumber emisi sektor industri pada 2022, komponen emisi dari kategori penggunaan energi di industri menyumbang 64 persen, emisi dari limbah industri 24 persen, dan proses produksi dan penggunaan produk atau Industrial Process and Product Use (IPPU) sebesar 12 persen.
Pada 2022, upaya dekarbonisasi telah berhasil menurunkan emisi GRK sebesar 53,9 juta ton CO2e. Emisi baseline Business as Usual (BaU) tanpa aksi mitigasi adalah 292,0 juta ton CO2-ekuivalen dan emisi aktual (industri telah melakukan aksi mitigasi) adalah 238,05 juta ton CO2-ekuivalen.
Di samping itu, target penurunan emisi GRK untuk komponen IPPU pada 2030 mencapai 7 juta ton CO2e, sementara realisasi penurunan emisi IPPU pada 2022 telah mencapai 7,138 juta ton CO2e atau 102 persen dari target tersebut.
“Hal ini menunjukkan optimisme bahwa upaya dekarbonisasi di sektor industri bukanlah sesuatu yang mustahil untuk dicapai. Oleh karena itu, apabila target NZE secara nasional dicapai pada tahun 2060, maka kita harus berkomitmen untuk dapat mencapai target NZE di sektor industri lebih cepat, yaitu pada tahun 2050,” kata Agus.