Pemerintah Bakal Rilis Golden Visa, Apa Sejarah dan Fungsinya??
Pemerintah sedang menyiapkan payung hukumnya.
Jakarta, FORTUNE - Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Parekraf), Sandiaga Salahuddin Uno, membicarakan tentang penerapan golden visa dengan Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Senin (29/5).
"Golden visa itu kebijakan baru yang diluncurkan dalam waktu singkat untuk menarik talenta berkualitas di bidang digitalisasi, kesehatan, riset maupun teknologi," katanya usai rapat.
Penerapan golden visa diharapkan dapat meningkatkan investasi dari luar negeri hingga menciptakan lapangan kerja.
Pemerintah saat ini juga tengah memastikan payung hukumnya. Nantinya, kebijakan Visa ini akan diumumkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Pengertian Golden Visa
Mengutip laman Sekretariat Kabinet, Golden Visa adalah skema izin tinggal melalui investasi dan kewarganegaraan melalui investasi. Hal ini merupakan kebijakan yang diberlakukan suatu negara melalui mekanisme pemberian fasilitas izin tinggal atau berkewarganegaraan kepada WNA melalui investasi atau membayar sejumlah biaya tertentu.
Pemegan golden visa dapat menikmati manfaat eksklusif seperti prosedur dan persyaratan permohonan visa dan urusan imigrasi lebih mudah dan cepat, mobilitas dengan multiple entries, jangka waktu tinggal lebih lama, dan hak untuk memiliki aset di dalam negara, serta menjadi jalur cepat dalam mengajukan kewarganegaraan.
Rencana pemerintah menerbitkan Golden Visa dalam waktu dekat didasari sejumlah pertimbangan. Di antaranya, menarik lebih banyak investasi asing masuk di berbagai instrumen, baik itu pada investment funds, obligasi pemerintah, saham perusahaan, maupun properti.
Meskipun Golden Visa diasosiasikan dengan visa investor, beberapa negara juga membuka kesempatan kepada individu noninvestor dengan keahlian khusus untuk mendapatkan Golden Visa.
Sejarah Golden Visa
Pada 2022, diperkirakan lebih dari 60 negara telah memberlakukan pemberian izin tinggal dan kewarganegaraan berbasis investasi. Praktik ini pertama kali diterapkan oleh Saint Kitts & Nevis, negara kecil dengan dua pulau di Karibia, pada 1984. Saat itu, dengan memberikan donasi minimal US$150.000 pada instrumen Sustainable Growth Fund, atau memiliki investasi pada sektor real estat minimal US$200.000, seorang WNA bisa mendapatkan kewarganegaraan di sana.
Pada 1986, Kanada mulai memberlakukan kebijakan yang sama, meskipun akhirnya dihentikan pada 2014. Amerika Serikat juga mengadopsi Golden Visa pada 1990. AS memberikan izin tinggal bersyarat selama 2 tahun dan dapat diperpanjang, bagi investor asing dengan minimal nilai investasi US$1,05 juta.
Praktik Golden Visa semakin marak diterapkan saat dunia dilanda krisis keuangan pada kurun 2007-2008. Golden Visa dianggap cara jitu mempercepat pemulihan ekonomi.
Dampak negatif Golden Visa
Bagi negara-negara yang memberlakukan kebijakan pemberian Golden Visa, kebijakan ini memberikan keuntungan ekonomi dan fiskal melalui dorongan investasi sektor swasta dan peningkatan pendapatan fiskal negara. Namun demikian, pemberian Golden Visa juga tidak menutup kemungkinan terhadap terjadinya dampak negatif, khususnya menyebabkan risiko fiskal dan makroekonomi seperti fluktuasi ekonomi yang cepat (boom and bust cycle) dan gelembung properti.
Aliran investasi yang masuk dari mekanisme pemberian Golden Visa yang cenderung rentan dan mudah dipengaruhi oleh faktor eksternal, misalnya apabila muncul skema investasi yang lebih menarik yang ditawarkan oleh negara lain, maka tidak menutup kemungkinan investor akan menarik investasinya dari suatu negara dan memindahkan investasinya ke negara lain yang memiliki skema investasi yang lebih menarik.
Kebijakan pemberian izin tinggal dan kewarganegaraan berbasis investasi juga mendapat kritikan karena kebijakan tersebut diasosiasikan sebagai menjual kewarganegaraan.
Selain itu, kebijakan pemberian izin tinggal dan kewarganegaraan berbasis investasi juga dikritik sebagai kebijakan yang tidak adil dan diskriminatif, mengingat orang yang memiliki uang dalam jumlah banyaklah yang akan mendapatkan hak eksklusif untuk tinggal, bekerja, dan melakukan usaha di suatu negara.
Selain itu, skema Golden Visa juga menimbulkan risiko terhadap penyalahgunaan izin tinggal dan berusaha, serta peningkatan kasus korupsi, pengemplangan pajak (tax evasion), pencucian uang (money laundering), dan pendanaan kelompok teroris. Risiko-risiko dimaksud mendasari penghentian pemberlakuan skema Golden Visa di beberapa negara Eropa, antara lain Hongaria.
Selain itu, menghentikan program Golden Visa di negara-negara anggota Uni Eropa juga dipengaruhi faktor invasi Rusia ke Ukraina, mengingat warga negara Rusia merupakan pemegang Golden Visa terbanyak dari negara-negara anggota Uni Eropa.
Dampak negatif lain dari kebijakan Golden Visa juga tidak hanya dikhawatirkan oleh negara pemberi, melainkan juga oleh negara pihak ketiga. Pada Januari 2022, Komisi Eropa mengusulkan penghentian perjanjian bilateral terkait program bebas visa dengan Vanuatu yang disebabkan oleh penyalahgunaan program Citizenship by Investment Program Vanuatu.
Untuk menarik investor masuk, pemerintah Vanuatu mempromosikan program Citizenship by Investment dengan salah satu iming-iming memberikan akses bebas visa ke Uni Eropa, padahal perjanjian bilateral antara Uni Eropa dengan Vanuatu tersebut tidak ditujukan untuk memberikan kesempatan bagi WNA yang memperoleh kewarganegaraan Vanuatu menghindari persyaratan visa Uni Eropa.