Industri Manufaktur Kuat Bisa Keluarkan RI dari Middle Income Trap
Kontribusi industri harus ditingkatkan di atas 25 persen.
Jakarta, FORTUNE - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyebutkan sektor industri manufaktur berperan vital dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini mendorong pemerintah untuk berupaya memperkuat kinerja industri khususnya, sehingga Indonesia bisa keluar dari jebakan perangkap kelas menengah (middle income trap).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), kontribusi industri manufaktur terhadap pertumbuhan ekonomi kuartal I-2023 adalah 18,57 persen. Kontribusinya harus ditingkatkan di atas 25 persen agar Indonesia bisa naik kelas menjadi negara maju.
“Tentu ke depan kita harus terus mendorong agar pertumbuhan ekonomi bisa dipacu lebih tinggi.Karena ini adalah satu-satunya cara agar kita bisa keluar dari jebakan negara kelas menengah,” kata Airlangga dalam acara Green Economy Forum 2023 yang disiarkan secara virtual, Rabu (7/6).
Dia mengatakan kondisi perekonomian Indonesia tetap tangguh di tengah gejolak perekonomian global. Pada kuartal I-2023, pertumbuhan ekonomi Indonesia 5,03 persen secara tahunan, dengan produk domestik bruto (PDB) atas dasar harga berlaku (ADHB) mencapai Rp5.071,7 triliun dan atas dasar harga konstan (ADHK) Rp2.961,2 triliun.
“Indonesia di tahun 2023 masih bisa tumbuh di 5 persen,” kata Airlangga.
Mendorong kontribusi industri manufaktur terhadap PDB
Di sisi lain, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Suharso Monoarfa, menyampaikan target pemerintah untuk mendorong kontribusi industri manufaktur terhadap perekonomian menjadi 30 persen.
“Bila instrumen industri manufaktur bisa berkontribusi terhadap GDP (Gross Domestic Product atau PDB) sekitar 30 persen, tingkat pertumbuhan dari sektor industri manufaktur harus di atas pertumbuhan makro kita,” kata Suharso.
Untuk bisa terhindar dari status middle income country, pertumbuhan ekonomi nasional harus berada pada kisaran 6,7 persen sampai 7 persen.
“Awalnya dalam perhitungan kami tahun 2036 kita lepas dari middle income trap, tapi karena covid kita mundur paling cepat tahun 2038 atau 2041. Kami berharap tahun 2045 bisa lebih baik lagi,” ujarnya.
Perlu ada terobosan bagi industri manufaktur
Saat ini laju industri manufaktur terbilang lambat, seperti tecermin dari purchasing manager’s index (PMI) manufaktur Indonesia pada Mei 2023 yang dirilis S&P Global pada angka 50,3, menurun 2,4 poin dari April yang mencapai 52,7.
Kendati masih berada pada level ekspansif, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menyarankan kepada pemerintah untuk melakukan terobosan terhadap industri manufaktur agar tidak masuk jurang kontraksi.
“Ini menjadi tantangan bagi industri manufaktur. Pemerintah perlu cari jalan keluar,” ujarnya.
Bhima menyebut tantangan yang sedang dihadapi oleh industri manufaktur dalam negeri, seperti kesulitan mencari bahan baku murah, fluktuasi harga energi, disrupsi rantai pasok, suku pinjaman yang lebih mahal, dan pelemahan permintaan ekspor dari pasar tradisional.
“Dengan begitu banyaknya tantangan, itu ternyata jawabannya jadi peluang dalam mempercepat dekarbonasisasi bagi industri manufaktur,” katanya.