Fortune Recap
- Kejaksaan Agung melimpahkan tersangka kasus korupsi tata niaga timah PT Timah Tbk periode 2015-2022, Harvey Moeis dan Helena Lim, ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
- Barang bukti termasuk rumah, mobil, tas, dan uang tunai.
- Harvey diduga aktif berkomunikasi dengan petinggi PT Timah Tbk untuk memuluskan praktek tambang liar di wilayah IUP perusahaan tersebut.
Jakarta, FORTUNE - Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi melimpahkan tersangka kasus dugaan korupsi tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk (TINS) periode 2015-2022, Harvey Moeis (HM) dan Helena Lim (HLN), ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, mengatakan enam jenis barang bukti dari Harvey dan sembilan jenis barang bukti dari Helena telah disita.
Termasuk sebagai barang bukti itu adalah rumah, mobil, tas, dan uang tunai.
"Tim penyidik turut menyerahkan sejumlah barang bukti yang berkaitan dengan dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh para tersangka," ujar Harli dalam keterangan resminya pada Senin (22/7).
Harvey, yang merupakan suami selebritas Sandra Dewi, dituduh sebagai perwakilan PT Refined Bangka Tin (RBT), sebuah perusahaan tambang di Bangka.
Dia dicurigai aktif berkomunikasi dengan petinggi PT Timah Tbk untuk memuluskan praktek pertambangan liar di wilayah IUP perusahaan tersebut.
Pria itu juga menyodorkan beberapa perusahaan smelter yang mengolah hasil tambang ilegal dari wilayah IUP tersebut, yaitu CV Venus Inti Perkasa (VIP), PT Sariwiguna Bina Sentosa (SBS), PT Stanindo Inti Perkasa (SIP), dan PT Tinindo Internusa (TIN).
"Tersangka HM selaku perwakilan PT RBT mengikuti rapat-rapat dan melakukan lobi-lobi dengan pihak PT Timah Tbk terkait kerja sama sewa-menyewa pengolahan timah untuk memfasilitasi CV VIP, PT SBS, PT SIP, dan PT TIN," kata Harli.
Peran Helena dalam kasus ini berkaitan erat dengan Harvey.
Harvey, yang mengumpulkan keuntungan dari praktek korupsi antara PT Timah dan empat perusahaan smelter, menjalin kerja sama dengan Helena.
Harvey berusaha menyembunyikan uang hasil korupsi dengan menyerahkannya kepada PT Quantum Skyline Exchange (QSE) sebagai pemberian yang seolah-olah berbentuk program Corporate Social Responsibility (CSR).
Helena, yang menjabat sebagai Manajer di PT QSE, kemudian mengelola uang tersebut dan membagikannya kepada orang-orang yang terlibat dalam Kasus Korupsi ini.
"Modusnya adalah seolah-olah pemberian CSR, yang kemudian diserahkan kepada masing-masing tersangka lainnya," kata Harli.
Kedua tersangka telah dijerat dengan beberapa pasal.
Pertama, pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kemudian yang kedua, pasal 3 dan pasal 4 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Barang sitaan dari Harvey dan Helena
Barang-barang bukti yang disita dari Harvey adalah 11 unit/bidang tanah dan bangunan—4 di Jakarta Selatan, 5 di Jakarta Barat, dan 2 di Tangerang.
Lalu, ada mobil yang berjumlah 8 unit, yakni 2 Ferrari, 1 Mercedes Benz, Porsche, Rolls Royce, Lexus, Vellfire, dan Mini Cooper.
Pihak berwenang juga menyita 88 tas, 141 perhiasan, uang US$400.000 dan Rp13.581.013.347, serta logam mulia.
Sementara itu, barang bukti dari Helena adalah 6 bidang tanah dan bangunan—4 di Jakarta Utara, 2 di Tangerang—serta 3 Kijang Innova, Lexus, Toyota Alphard, dan 2 arloji Richard Mille.
Selanjutnya, ada 37 tas, 45 perhiasan, dan uang senilai SG$2 juta dan Rp10 miliar.