Percepat Impor Beras, 11 Pelabuhan Ditambahkan untuk Bongkar Muat
Bulog mendapat penugasan impor 3,5 juta ton beras.
Jakarta, FORTUNE – Percepatan realisasi impor terus digenjot Perum Bulog dengan memperbanyak destinasi pelabuhan penerima.
Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso, mengatakan pihaknya berkoordinasi dengan Pelindo yang melayani 24 jam, sehingga mampu mempercepat layanan bongkar pada kapal beras.
“Untuk percepatan realisasi impor beras ini, kita langsung tujukan kepada 28 pelabuhan penerima di seluruh Indonesia. Tadinya hanya 17 pelabuhan, namun dalam rangka percepatan, kita tambah 11 pelabuhan lagi. Jadi, total ada 28 pelabuhan penerima,” ujar Budi dalam keterangannya, Senin (13/11).
Pemerintah telah menugaskan Bulog mengimpor 2 juta ton beras tahun ini. Kemudian, ditambah 1,5 juta ton. Dengan demikian, Bulog mendapat kuota penugasan impor 3,5 juta ton beras tahun ini.
Hingga data terbaru per Senin (6/11), realisasi impor beras oleh Bulog dari kuota penugasan pertama tercatat mencapai 1,71 juta ton.
Sementara itu, Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi, mengatakan percepatan realisasi importasi beras ini dilakukan secara terukur untuk memastikan ketersediaan beras aman untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, khususnya masyarakat berpendapatan rendah.
Arief mengatakan impor pemerintah hanya untuk pemenuhan stok cadangan beras pemerintah (CBP) yang harus dimiliki oleh Perum Bulog.
Dia pun menegaskan penggunaan CBP hanya diperuntukkan ke program-program pemerintah dalam rangka intervensi pasar dan bantuan ke masyarakat.
“Cadangan beras kita pastikan harus di atas 1 juta ton secured. Ini nomor satu ketersediaan dulu. Kalau harga di hilir, tentunya kita tekan dengan upaya Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP),” kata Arief.
Stok CBP telah mencapai 1,3 juta ton
Lebih lanjut, perkembangan stok CBP saat ini mencapai 1,3 juta ton. Per 13 November, sumber pengadaan CBP yang bersumber dari dalam negeri mencapai 912,5 ribu ton.
Selanjutnya, total CBP yang telah disalurkan 2,1 juta ton dalam berbagai bentuk program, seperti SPHP 885.000 ton, bantuan pangan beras tahap pertama 640.000 ton, bantuan pangan beras tahap kedua 537.000 ton, golongan anggaran 69.000 ton, dan tanggap darurat 2,3 ribu ton.
“Sekali lagi, tugas NFA itu adalah melakukan kalkulasi kebutuhan stok nasional secara komprehensif dan memastikan ketersediaan telah tercukupi atau diperlukan pasokan dari sumber lainnya. Lalu, apabila terlihat ada gejolak harga di masyarakat, kita terus gelontorkan stok dalam bentuk intervensi pemerintah dan bantuan pangan beras guna menekan harga,” kata Arief.
Kemungkinan masa panen raya mundur
Arief mengatakan adanya kemungkinan mundurnya masa panen raya yang menjadi pada Mei dan Juni tersebut disebabkan masa tanam yang terlambat akibat kemarau. Namun, dia mengaku tetap optimistis produksi dalam negeri dapat memperkuat CBP.
“Jadi, 70 persen untuk tanaman padi itu ada di semester pertama, lalu semester kedua itu sisa panen. Dengan itu, semester pertama panen harus berhasil, mulai dari bibitnya, benihnya, dan sumber airnya. Kita semua tentu ingin sumber CBP diperkuat dari dalam negeri agar para petani terus termotivasi berproduksi,” kata Arief.
Situasi harga beras di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) menunjukkan adanya tren penurunan.
Pada 1 Oktober lalu, harga beras medium (IR 64 III) mencapai Rp11.331 per kilogram.
Kemudian, harga per 9 November mencapai Rp10.999 per kilogram dengan jumlah stok beras 32.047 ton.
Sementara, harga beras di tingkat konsumen sesuai Panel Harga Pangan NFA juga menunjukkan tren penurunan harga.
Pada 1 Oktober, harga rata-rata semua provinsi untuk beras medium mencapai Rp13.220 per kilogram. Artinya, ada depresiasi 50 poin pada 12 November menjadi Rp13.170 per kilogram.