Tak Kunjung Dibayar, Luhut Minta Rafaksi Minyak Goreng Diselesaikan
Total rafaksi berdasarkan hitungan Sucofindo Rp474 miliar.
Fortune Recap
- Menteri Luhut tekankan komitmen pemerintah bayar klaim rafaksi minyak goreng.
- Konfirmasi Kejaksaan Agung terkait aspek hukum kewajiban pembayaran utang pemerintah.
- Klaim yang tidak terakomodir karena terbentur permasalahan dokumen pendukung klaim pembayaran.
Jakarta, FORTUNE - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, menekankan komitmen pemerintah untuk memenuhi pembayaran besaran klaim Rafaksi Minyak Goreng. Dia menyampaikan hal tersebut ketika memimpin Rapat Koordinasi Pembayaran Rafaksi Minyak Goreng, Senin (25/3).
“Kita harus menuntaskan [permasalahan] mengenai rafaksi minyak goreng ini. Ini sudah diaudit sama BPKP [Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan] dan tidak ada isu sepertinya. Kita harus segera menyelesaikan ini, sehingga pedagang tidak mengalami kerugian,” kata Luhut dalam keterangannya, Senin (25/3).
Pada kesempatan tersebut, Luhut meminta kejelasan dari Kejaksaan Agung ihwal aspek hukum kewajiban pembayaran utang pemerintah.
“Dari kami sudah membuat LO agar mengantisipasi agar kebijakan yang diambil tidak memiliki resiko hukum di kemudian hari. Kami mengacu pada perhitungan yang dilakukan oleh Sucofindo selaku surveyor,” demikian keterangan Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Kejaksaan Agung.
Luhut mengatakan bahwa klaim yang tidak terakomodasi disebabkan oleh masalah administratif. Menurutnya, sejumlah klaim pembayaran tidak bisa diproses akibat ketidaklengkapan dokumen pendukung.
“Kalau permasalahan dokumen yang tidak lengkap, tentu kita tidak bisa karena itu melanggar aturan. Tapi kalo ada dokumen yang bisa kita bantu dorong, terutama bagi pedagang kecil itu, dibimbinglah membereskannya. Yang penting, perhatikan aspek hukumnya,” kata Luhut merespons informasi Jamdatun.
Setuju dengan hitungan Sucofindo
Perwakilan dari BPKP, BPDKS (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit), Kementerian Sekretaris Negara, Kantor Staf Presiden, Kemenko Perekonomian dan Kementerian Perindustrian menyatakan dukungannya agar pembayaran klaim sesuai hasil verifikasi Sucofindo segera diselesaikan.
“Seperti yang disampaikan dari Sucofindo, dari total 54 pelaku usaha yang mengajukan klaim, diverifikasi sekitar Rp474 miliar. Pelaku usaha tersebut terdiri dari retail modern maupun usaha tradisional,” kata Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, Isy Karim.
Mengenai penyelesaian pembayaran, Luhut mengingatkan bahwa keterlambatan pembayaran ini berkaitan erat dengan nasib pedagang sehingga perlu segera diselesaikan.
“Kita semua pejabat pemerintah ini harus mengingat pedagang. Kalau begini kan kasihan pedagang itu. Ini kan harusnya jadi modal dia. [Kalau sudah begini], jadinya [usahanya] berhenti berputar. Itu kan juga punya dampak yang lumayan. Kita harus pahami itu,” ujar Luhut.
Jeritan pengusaha atas rafaksi minyak goreng
Pihak yang kerap mengingatkan kewajiban pemerintah terhadap rafaksi minyak goreng adalah Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey.
Dia kerap mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam membayar utang tersebut.
Menurut Roy, proses pembayaran rafaksi hanya sebatas pembahasan mengenai jumlah total yang harus dibayarkan pemerintah kepada pengusaha minyak goreng.
Jika tak kunjung dibayarkan, Roy menyimpulkan bahwa pemerintah, khususnya Kemendag, tidak memiliki niat untuk menyelesaikan pembayaran utang rafaksi.
Polemik pembayaran utang rafaksi ini telah berlangsung lebih dari setahun, yang dimulai dari penerapan kebijakan satu harga minyak goreng pada 2022.
Melalui Permendag No.3/2022, pemerintah mewajibkan pengusaha ritel untuk menjual minyak goreng kemasan satu harga Rp14.000 per liter mulai 19 Januari 2022.
Namun, kebijakan tersebut hanya berlaku hingga akhir Januari dan digantikan oleh Permendag No.6/2022 tentang penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng.
Sementara itu, modal pembelian minyak goreng oleh pengusaha ritel saat itu telah mencapai Rp17.650 per liter.
Pasal 11 dari Permendag No.3/2022 menetapkan bahwa selisih harga tersebut akan dibayarkan menggunakan dana BPDPKS paling lambat 17 hari kerja setelah kelengkapan dokumen pembayaran berdasarkan hasil verifikasi.