Utang Subsidi Pupuk Pemerintah Mencapai Rp12,46 Triliun
Catatan piutang sedang dikoordinasikan dengan pihak terkait.
Fortune Recap
- PT Pupuk Indonesia melaporkan piutang Rp12,46 triliun dalam hal penyaluran pupuk subsidi.
- Utang tersebut mencakup kurang bayar program pupuk bersubsidi dari tahun 2020 hingga 2023.
- Pemerintah telah membayar utang sebesar Rp16,3 triliun untuk tahun 2022 pada Desember 2023.
Jakarta, FORTUNE - PT Pupuk Indonesia (Persero) melaporkan piUtang sebesar Rp12,46 triliun dalam hal penyaluran Pupuk Subsidi.
Angka disebut mencakup kurang bayar program pupuk bersubsidi—yang merupakan penugasan langsung dari pemerintah—dari tahun 2020 hingga tahun ini.
"Dari jumlah tersebut, Rp2 triliun merupakan tagihan berjalan untuk bulan April," ujar Direktur Utama Pupuk Indonesia, Rahmad Pribadi, dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR, Rabu (19/6).
Begini perincian utang pemerintah kepada perusahaan tersebut:
- Rp430 miliar (2020), tengah ditinjau oleh Badan Pengawas Keuangan (BPK)
- Rp182,9 miliar (2022), tengah ditinjau oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian (Kementan)
- Rp9,8 triliun (2023), menunggu Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dari Badan Pemeriksa Keuangan
- utang berjalan per April 2024 mencapai Rp1,9 triliun.
Dalam catatan PT Pupuk Indonesia, pemerintah telah membayar utang sebesar Rp16,3 triliun, yang merupakan piutang untuk tahun 2022.
Pembayaran tersebut dilakukan pada 27 Desember 2023.
Penyaluran pupuk subsidi lambat
Selain piutang dengan pemerintah, Pupuk Indonesia juga melaporkan kendala dalam penyaluran pupuk bersubsidi. Hingga 15 Juni 2024, realisasinya baru mencapai 2,8 juta ton atau baru 29 persen dari total alokasi 9,5 juta ton.
Rahmad mengatakan ada beberapa indikasi yang menggangu dalam penyaluran pupuk bersubsidi.
“Pertama, 58 persen petani yang terdaftar di e-RDKK (Sistem elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok) hingga Mei 2024 itu belum menebus pupuk bersubsidi," ujarnya.
Ia mengatakan petani yang belum menebus itu merasa alokasi yang diberikan terlalu kecil, sehingga biaya yang dikeluarkan untuk mengambil pupuk ke kios menjadi lebih mahal.
Prosedur di lapangan kian menyulitkan
Masalah kedua adalah lambatnya penerbitan surat keputusan (SK) oleh gubernur dan bupati.
Masalah ketiga, ada kelurahan yang mewajibkan petani untuk menunjukkan sertifikat tanah.
"Ada banyak variasi masalah di tingkat daerah yang mungkin perlu diperbaiki," kata Rahmad.
Alasan keempat, para kios bersikap sangat hati-hati dalam menyalurkan pupuk subsidi. Hal ini dilakukan untuk menghindari potensi koreksi penyaluran yang bisa menjadi beban bagi kios.
Dia menyebutkan bahwa dari Januari hingga Maret, terdapat koreksi sebesar Rp15,6 miliar.
"Jumlahnya cukup besar. Hal ini membuat kios dan distributor menjadi sangat berhati-hati dalam melakukan penebusan, yang akhirnya memperlambat proses penebusan," ujarnya.
Alasan kelima yang menghambat penyaluran pupuk bersubsidi, menurut Rahmad, adalah perubahan musim. Perubahan ini mempengaruhi pola tanam pada beberapa wilayah penghasil pangan.