Wafat Usia 65 Tahun, Ini Profil Faisal Basri Ekonom Senior yang Kritis
Ekonom senior ini tutup usia di RS Mayapada, Jakarta.
Fortune Recap
- Ekonom senior, Faisal Basri, wafat pada usia 65 di RS Mayapada, Jakarta.
- Kepulangannya meninggalkan duka, termasuk dari tokoh seperti Anies Baswedan yang menggambarkan Faisal sebagai sosok cendekia.
Jakarta, FORTUNE - Ekonom Faisal Basri tutup usia pada usia 65 hari ini, Kamis (5/9), pada pukul 03.50 WIB, di RS Mayapada, Kuningan, Jakarta.
"Mohon doanya agar almarhum mendapatkan tempat terbaik di jannatul firdaus, diampuni segala dosanya, dilapangkan kuburnya, diterima amal ibadahnya, serta keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan dan keikhlasan," demikian bunyi pesan yang beredar di kalangan wartawan. .
Kepergian ekonom senior ini membawa duka bagi banyak orang, termasuk tokoh seperti Anies Baswedan. Dalam cuitannya pada platform X, Anies menggambarkan Faisal sebagai cendekiawan yang pemikirannya menerangi seperti lentera di tengah kabut.
"Ucapannya kerap tajam, namun penuh kebijaksanaan. Ia membantu kita melihat lebih dalam, melampaui apa yang terlihat di permukaan," demikian pernyataan puitis Anies seperti dikutip dari akun pribadinya @aniesbaswedan.
Mantan Calon Presiden 2024 ini berharap pemikiran dan keberanian Faisal akan terus menjadi inspirasi bagi banyak orang.
"Semoga Allah SWT memberikan kelapangan kepada beliau, menerima amal baiknya, mengampuni kesalahannya, serta memberi kekuatan kepada keluarga yang ditinggalkan," tambahnya.
Sepak terjang Faisal Basri semasa hidup
Faisal Basri, yang dikenal kritis terhadap kebijakan ekonomi pemerintah, lahir di Bandung pada 6 November 1959. Ia menjadi salah satu pendiri INDEF pada 1995-2000, dan tetap vokal dalam mengkritik kebijakan ekonomi Indonesia, khususnya terkait subsidi energi dan isu makroekonomi.
Pria keturunan Mandailing Natal ini meraih penghargaan Pejuang Anti Korupsi pada 2003.
Sikapnya yang sering mengecam keras kebijakan pemerintah membuatnya tetap berada di luar lingkaran kekuasaan. Salah satu kritik Faisal yang mencuri perhatian adalah pernyataannya bahwa utang proyek kereta cepat Whoosh tak akan lunas dalam 100 tahun.
Pada era Presiden Joko Widodo, tepatnya 2014, Faisal dipercaya menjadi Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi, yang dikenal sebagai Tim Anti Mafia Migas. Tim ini bekerja selama enam bulan untuk menyelidiki praktik impor BBM di anak perusahaan Pertamina, Petral.
Berdasarkan bukti yang cukup, tim tersebut memberikan tiga rekomendasi terkait Petral, yang kemudian ditindaklanjuti oleh Menteri ESDM saat itu, Sudirman Said, dan Direktur Utama Pertamina, Dwi Soetjipto. Pada Mei 2015, bisnis Petral resmi dibekukan.
Laman LPEM FEB UI menginformasikan bahwa Faisal adalah keponakan dari almarhum Wakil Presiden RI Adam Malik. Ia meraih gelar sarjana dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, pada 1985, dan melanjutkan pendidikan Master of Arts dalam bidang ekonomi di Vanderbilt University, Nashville, Tennessee, pada 1988.
Di luar aktivitasnya dalam bidang ekonomi, Faisal juga terlibat dalam pendirian Majelis Amanah Rakyat (MARA), yang menjadi cikal bakal Partai Amanat Nasional (PAN). Ia menjabat sebagai Sekretaris Jenderal PAN pada masa Reformasi 1998-1999.
Pada Pilgub DKI Jakarta 2012, Faisal mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI bersama Biem Benyamin melalui jalur independen.
Faisal menikah dengan Syahfitri Nasution, dan mereka memiliki tiga anak, yaitu Anwar Ibrahim Basir, Siti Nabila Azuraa Basri, dan Mohamad Atar Basri.