Komisi VII DPR RI Usulkan Penundaan PPN 12 Persen
Komisi VII menilai kenaikan PPN akan sebabkan ekonomi lesu.
Fortune Recap
- Wakil Ketua Komisi VII DPR RI fraksi PKB, Chusnunia Chalim, mewanti-wanti pemerintah untuk menunda kenaikan PPN karena dapat melemahkan aktivitas perekonomian dan daya beli masyarakat.
- Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menolak rencana kenaikan PPN, mengusulkan super rich tax sebagai alternatif yang lebih adil dan efektif.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), PPN akan naik bertahap. Pada 1 Januari 2025 mendatang PPN akan naik menjadi 12 persen setelah sebelumnya naik pada tahun 2022.
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI dari fraksi PKB, Chusnunia Chalim mewanti-wanti pemerintah untuk menunda kenaikan PPN 12 Persen tersebut. Hal ini karena pajak pertambahan nilai ini diproyeksi akan menyebabkan aktivitas perekonomian yang menjadi lesu.
“Adanya kenaikan pajak menjadi 12 persen ini sudah pasti membuat masyarakat khususnya UMKM tidak berdaya. Terlebih lagi daya beli masyarakat sedang menurun, ini tidak pas. Kemarin saya senang sekali adanya kebijakan untuk menghapus hutang UMKM, namun untuk kenaikan pajak ini saya minta pemerintah perlu mengevaluasi kebijakan ini dan dapat menunda kenaikan pajak tersebut,” kata Chusnunia dalam keterangan resmi, Jumat (22/11).
Tidak hanya itu, Chusnunia juga menyampaikan bahwa dampak dari kenaikan pajak ini akan semakin melemahkan daya beli masyarakat. Tarif PPN yang naik menurutnya dapat mendorong masyarakat untuk mengurangi belanjanya dan justru akan menaikkan harga barang dan jasa.
“Sudah pasti masyarakat semakin eman-eman untuk mengeluarkan duitnya untuk belanja. Pajak yang naik ini biasanya akan mengakibatkan kenaikan harga barang dan jasa. Bagi yang berpenghasilan rendah akan ada penurunan daya beli dan tentu ini akan menurunkan penghasilan para pelaku UMKM,” ujar Chusnunia.
INDEF: penerapan PPN 12 persen berdampak negatif
Sementara itu, Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menilai kebijakan kenaikan PPN berpotensi memberikan dampak negatif yang signifikan kepada seluruh lapisan masyarakat, terutama di tengah perlambatan ekonomi.
Ekonom Senior INDEF, Fadhil Hasan, secara tegas menolak rencana tersebut dan mengusulkan dua alternatif kebijakan yang dianggap lebih adil dan efektif dalam mendorong penerimaan negara tanpa membebani masyarakat luas.
"PPN sifatnya itu dampaknya ke semua, baik masyarakat menengah, bawah, maupun atas. Semua terkena imbasnya," kata dia saat ditemui di Jakarta, Kamis (21/11).
Ia menyoroti pentingnya mempertimbangkan aspek keadilan dalam kebijakan pajak. Menurutnya, kenaikan PPN di tengah daya beli masyarakat yang sedang menurun justru akan memperburuk kondisi ekonomi.
Sebagai alternatif, Fadhil menyarankan pemerintah menerapkan super rich tax, yakni pajak tambahan bagi kelompok masyarakat dengan penghasilan sangat tinggi.
"Di berbagai negara, tren pajak keseluruhan memang menurun, tetapi untuk segmen tertentu, khususnya yang superkaya, justru harus ditingkatkan. Selain lebih adil, hal ini juga tidak akan memberikan dampak signifikan pada perekonomian secara keseluruhan," kata Fadhil.