Luas Lahan Padi Terus Menyusut, Indonesia Mulai Ketergantungan Impor?
Total impor beras pada 2024 direncanakan tembus 5 juta ton.
Fortune Recap
- Produksi beras nasional turun 2,43% menjadi 30,34 juta ton pada 2024.
- Penurunan produksi Gabah Kering Giling (GKG) sebesar 1,32 juta ton menjadi 52,66 juta ton pada 2024.
- Luas panen padi nasional diperkirakan mencapai 10,05 juta hektare pada 2024, turun 0,17 juta hektare dibandingkan pada 2023.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan proyeksi produksi beras nasional pada 2024 mengalami penurunan akibat berkurangnya luas lahan panen padi.
Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menuturkan produksi beras konsumsi diperkirakan mencapai 30,34 juta ton, atau turun sekitar 2,43 persen dari posisi 31,10 juta ton pada 2023.
"Produksi beras pada periode Januari–April 2024 turun 1,91 juta ton dibandingkan periode yang sama pada 2023," kata Amalia dalam konferensi pers pada Selasa (15/10).
BPS juga mencatat penurunan produksi Gabah Kering Giling (GKG) sebesar 1,32 juta ton menjadi 52,66 juta ton pada 2024, dibandingkan dengan 53,98 juta ton pada 2023.
Selama Januari–September 2024, produksi GKG diperkirakan mencapai 43,28 juta ton, mengalami penurunan sekitar 4,68 persen atau 2,12 juta ton dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Penurunan ini menunjukkan adanya tantangan bagi sektor pertanian dalam memenuhi kebutuhan pangan nasional, terutama di tengah perubahan iklim dan cuaca ekstrem.
Fokus masalah sektor pertanian
Penurunan proyeksi produksi beras sejalan dengan menyusutnya luas panen padi nasional yang diperkirakan mencapai 10,05 juta hektare pada 2024, turun 0,17 juta hektare dibandingkan pada 2023.
Dalam 10 tahun terakhir, penurunan produksi beras dalam negeri setara 10 juta ton. Secara detail, produksi beras pada 2014 sebesar 41,18 ton dan pada catatan 2023 sebesar 31,10 juta ton.
Peneliti Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Eliza Mardian menjelaskan, persoalan luas tanam padi hingga penurunan produksi beras memainkan peranan krusial dalam sektor pertanian. Namun, masalah lain yang perlu menjadi sorotan yakni kondisi mayoritas sistem irigasi di Indonesia yang rusak sedang sampai berat.
Hal ini disebabkan oleh kurangnya perbaikan dan pembangunan yang berarti selama bertahun-tahun. Selain itu, anggaran untuk irigasi sangat terbatas.
Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik untuk irigasi Tahun Anggaran 2024 hanya sebesar Rp1,68 triliun. Eliza menjelaskan, anggaran tersebut tidak serta-merta cukup untuk membenahi sistem irigasi di lahan tadah hujan maupun untuk memperbaiki infrastruktur yang rusak akibat pembangunan dan pendangkalan.
“Perlu adanya penambahan anggaran untuk membangun irigasi dan pembenahan tata kelolanya,” ucap dia saat dihubungi, Kamis (17/10).
Di sisi lain, mayoritas petani di Tanah Air masih ketergantungan dalam menggunakan varietas yang sudah diluncurkan puluhan tahun lalu, bahkan sejumlah petani tercatat masih menggunakan varietas padi keluaran tahun 2000.
Padahal, ia menjelaskan, dengan kondisi perubahan iklim, penurunan kualitas lahan, dan munculnya hama serta penyakit tanaman, hal ini akan semakin menurunkan produktivitas.
“Di Indramayu, terdapat pengembangan varietas lokal yang mampu menghasilkan hingga 12 ton per hektar, sementara rata-rata produktivitas beras kita saat ini berkisar antara 5-6 ton per hektar. Inovasi-inovasi ini seharusnya terus didorong di berbagai daerah untuk meningkatkan produksi dan kesejahteraan para petani,” ujar Eliza.
Impor Beras makin tinggi
Impor beras sejak Januari hingga September 2024 tercatat melambung tinggi mencapai 3,2 juta ton. Dari total volume tersebut, tercatat nilai impor mencapai 2,01 miliar dolar Amerika Serikat (AS), atau setara Rp31,2 triliun, dengan asumsi kurs Rp15.580. Adapun, negara asal impor terbesar berasal dari Negeri Gajah Putih, Thailand.
Sementara itu, menurut Proyeksi Neraca Pangan Nasional untuk periode Januari hingga Desember 2024 tercatat adanya lonjakan rencana persetujuan impor. Pada Mei hingga Desember 2024, pemerintah melalui Perum Bulog menambah porsi impor sebesar 3,4 juta ton beras berdasarkan hasil rapat koordinasi terbatas.
Secara total, impor beras yang disetujui untuk kebutuhan pada 2024 melebihi lima juta ton untuk menambal penurunan produksi beras yang cukup signifikan.
Dengan terus melonjaknya volume impor beras yang terjadi, pemerintah perlu menggarisbawahi masalah krusial tersebut secara serius seiring adanya cita-cita swasembada beras yang ditargetkan dicapai pada 2027.
Apalagi, visi besar ini yang didukung oleh program-program strategis Kementerian Pertanian akan diproyeksikan untuk meningkatkan produksi beras dan mengurangi ketergantungan pada impor.
Dalam hal ini, Tenaga Ahli Menteri Pertanian Bidang Pemanfaatan Sumber Daya Lahan Marginal Anny Mulyani menjelaskan beberapa strategi kunci yang telah disiapkan, mencakup pompanisasi, optimalisasi lahan rawa, dan cetak sawah baru.
“Program-program ini akan berkontribusi terhadap peningkatan produksi beras yang diharapkan mencapai jutaan ton setiap tahunnya,” ujar dia dalam keterangan resmi.
Ia menjelaskan pada 2026, Kementerian Pertanian menargetkan impor beras akan mencapai 5 juta ton, dengan harapan mampu menurunkannya, seiring peningkatan produksi dalam negeri.
Salah satu program utama yang akan diteruskan adalah cetak sawah dan perbaikan sistem irigasi di satu juta hektare. Diharapkan, ini dapat meningkatkan produksi beras hingga 10 juta ton pada 2027, bertepatan dengan Indonesia mencapai swasembada.
Perbaikan irigasi menjadi hal yang sangat penting dalam program ini, mengingat irigasi yang baik dapat meningkatkan produktivitas sawah secara signifikan, khususnya di daerah-daerah dengan tantangan cuaca ekstrem.
Seiring dengan peningkatan kapasitas produksi, ambisi strategis pemerintah pada 2028 adalah memulai merencanakan adanya ekspor beras seiring adanya potensi surplus produksi beras di tahun tersebut.