APBN Mei 2024 Defisit Rp21,8 T, Berbalik dari Surplus April
Penerimaan negara turun 7,1 persen yoy pada Mei 2024.
Fortune Recap
- APBN hingga akhir Mei 2024 defisit Rp21,8 triliun atau 0,10% terhadap PDB
- Pendapatan negara baru mencapai 40,1% dari target APBN, sementara belanja negara mencapai 34,4% dari PDB
- Kenaikan harga komoditas menyebabkan penurunan penerimaan negara dan kenaikan belanja pemerintah pusat
Jakarta, FORTUNE - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan APBN hingga akhir Mei 2024 mengalami defisit sebesar Rp21,8 triliun atau sekitar 0,10 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Angka itu berbalik dari posisi akhir bulan sebelumnya yang surplus Rp75,7 triliun atau 0,33 persen terhadap PDB.
Defisit disebabkan pendapatan negara yang baru mencapai Rp1.123,5 triliun atau 40,1 persen dari target APBN. Sementara belanja negara telah mencapai Rp1.145,3 triliun atau 34,4 persen dari PDB.
Dibandingkan tahun lalu, penerimaan negara turun 7,1 persen sedangkan belanja negara tumbuh 14 persen.
"Posisi APBN hingga akhir Mei adalah keseimbangan primer masih membukukan positif atau surplus Rp184,2 triliun, namun total anggaran kita membukukan defisit Rp21,8 triliun atau 0,10 persen dari PDB," ujarnya dalam konferensi pers APBN KiTA, Kamis (27/6).
Sang Bendahara Negara mengatakan penurunan penerimaan negara disebabkan baseline kinerja pada tahun lalu yang ditopang oleh tingginya harga komoditas.
"Kenaikan harga terutama pada tahun 2022 dari komoditas-komoditas itu luar biasa tinggi sehingga membukukan penerimaan dari sisi perpajakan maupun PNBP yang cukup tinggi. Ini tentu sesuatu yang perlu kita monitor dan waspadai," ujarnya.
Dari sisi belanja, pemerintah pusat telah membelanjakan anggaran Rp824,3 triliun atau 33,4 persen dari pagu tahun ini. Dibandingkan tahun lalu, terjadi kenaikan sangat tinggi pada belanja pemerintah pusat, yaitu 15,4 persen.
"Artinya pemerintah pusat akselerasi belanjanya meningkat. Tentu sangat bisa dijelaskan karena kegiatan seperti Pemilu seperti yang terjadi di bulan Februari itu membutuhkan front loading belanja yang cukup banyak," katanya.
Secara terperinci, belanja kementerian/lembaga (K/L) telah mencapai Rp388,7 triliun atau 35,6 persen dari pagu yang ada pada Apbn 2024, sedangkan belanja non K/L mencapai Rp435,6 triliun atau 31,6 persen dari pagu.
"Kalau kita lihat dari sisi ini tahun lalu Rp714,5 triliun, tahun ini [pemerintah pusat] belanja Rp824,3 triliun," ujarnya.
Belanja K/L terutama diarahkan untuk pembayaran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang sudah dilakukan sampai dengan Juni. Kemudian, penyaluran program-program bansos juga telah dilakukan Kementerian Sosial.
Ada pula belanja untuk pembangunan infrastruktur, terutama oleh Kementerian PUPR dan kementerian teknis lainnya, pemeliharaan barang-barang milik negara, dan juga pelaksanaan Pemilu.
"Sedangkan belanja non K/L yang kita bayarkan sebanyak Rp435 triliun ini terdiri dari subsidi energi, realisasi dan subsidi energi yang kita bayarkan. Pembayaran manfaat pensiun yang juga kita bayarkan untuk belanja non K/L," katanya.