Atasi Biaya Bengkak Kereta Cepat, Sri Mulyani Rilis Aturan Penjaminan
Penjaminan pemerintah pertimbangkan kemampuan APBN.
Jakarta, FORTUNE - Menteri Keuangan Sri Mulyani menerbitkan aturan penjaminan pemerintah untuk mempercepat penyelenggaraan prasarana dan sarana Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB). Peraturan Menteri Keuangan Nomor 89 tahun 2023 tersebut diterbitkan untuk memperoleh pendanaan atas kenaikan dan/atau perubahan biaya (cost overrun) KCJB.
Dalam Pasal 3 PMK tersebut, dijelaskan bahwa penjaminan pemerintah dimaksud bisa diberikan dengan mempertimbangkan prinsip kemampuan keuangan negara; kesinambungan fiskal; dan pengelolaan risiko fiskal. Penjaminnya terdiri dari pemerintah dan Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur (BUPI), dalam hal ini PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII).
Penjaminan akan diberikan atas seluruh pinjaman PT KAI terhadap kreditur—meliputi pokok, bunga, dan/atau biaya lain yang timbul.
Kemudian, PT KAI sebagai pemohon jaminan wajib melampirkan sejumlah berkas, mulai dari surat keputusan Komite mengenai pemberian dukungan berupa penjaminan pemerintah; surat pernyataan BUMN mengenai persetujuan pinjaman dan jaminan pemerintah, serta pernyataan kemampuan keuangan dan kemampuan bayar KAI; surat pernyataan Menteri Perhubungan; rencana penggunaan pinjaman; profil kreditur; proyeksi keuangan; hingga mitigasi risiko.
Pembengkakan biaya capai US$1,2 miliar
Pemerintah Cina dan Indonesia telah menyepakati nilai cost overrun KCJB mencapai US$1,2 miliar.
Hal tersebut diungkapkan oleh Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, usai kunjungan kerja ke Cina pada 6 April 2023.
Selain itu, masa konsesi Kereta Cepat Jakarta-Bandung juga disepakati menjadi 80 tahun seperti yang diminta oleh PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC).
Menurut Luhut dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta (10/4), angka cost overrun KCJB bersumber dari audit yang dilakukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan auditor pemerintah Cina.
Dari total pembengkakan biaya KCJB, sebagian akan dibiayai dari pinjaman China Development Bank (CDB). Luhut menyebut nilai pinjaman disepakati mencapai US$560 juta dengan tenor pinjaman 30 tahun dan bunga yang masih dinegosiasikan.
"Kemarin dia sudah mau turun dari 4 persen, tapi angkanya kita mau lebih rendah lagi. Offer pertama 3,4 dari 4, tapi kita masih ingin lebih rendah lagi kalau bisa," ujarnya.