BPS: Nilai Tukar Petani November 2022 Naik 0,5 Persen Jadi 107,81
Subsektor hortikultura alami penurunan NTP dan NTUP.
Jakarta, FORTUNE - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Nilai Tukar Petani (NTP) pada November 2022 mencapai 107,81, naik 0,50 persen dibandingkan Oktober 2022 yang mencapai 107,27.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Setianto, mengatakan peningkatan NTP terjadi karena indeks harga yang diterima petani (It) naik 0,66 persen menjadi 122,98. "Kenaikan itu lebih tinggi dari kenaikan indeks harga yang dibayar petani (Ib) yaitu sebesar 0,15 persen menjadi 114,07," ujarnya dalam konferensi pers, Kamis (1/12).
Jika dilihat menurut subsektornya, lanjut Setianto, peningkatan NTP November 2022 terjadi pada subsektor tanaman perkebunan rakyat. "NTP tanaman perkebunan rakyat ini, naik sebesar 2,57 persen. Ini terjadi karena indeks harga yang diterima petani mengalami kenaikan 2,60 persen, dan di saat yang sama indeks harga yang dibayar petani mengalami kenaikan 0,03 persen," katanya.
Sementara itu, komoditas yang dominan memberikan andil terhadap kenaikan indeks yang diterima petani subsektor tanaman perkebunan rakyat antara lain kelapa sawit, kakao atau coklat biji, kopi, tebu, dan gambir.
Sebaliknya, NTP subsektor hortikultura mengalami penurunan terdalam pada November 2022, yakni -2,57 persen. Setianto menjelaskan, ini terjadi karena indeks harga yang diterima petani di subsektor hortikultura turun 2,38 persen, sementara indeks harga yang dibayarkan petani subsektor ini naik 0,20 persen.
"Jadi, kalau kita lihat komoditas yang dominan mempengaruhi penurunan indeks harga yang diterima petani hortikultura, itu adalah cabai rawit, cabai merah, mangga, cabai hijau, melinjo, buncis, kentang, wortel, melon dan pepaya," jelasnya.
NTUP naik 0,46 persen
Seperti NTP, posisi nilai tukar usaha petani (NTUP) pada November 2002 juga meningkat. Menurut BPS, NTUP bulan lalu naik 0,46 persen dari Oktober 2022 yang berada pada posisi 106,76 menjadi 107,25.
Setianto menjelaskan NTUP naik karena indeks harga yang diterima petani naik 0,66 persen menjadi 122,98. "Ini lebih tinggi dari indeks biaya produksi dan penambahan barang modal yang dibayar petani yang naik 0,19 persen menjadi 114,66," ujarnya.
Dilihat berdasarkan subsektornya, peningkatan NTUP terjadi pada tanaman perkebunan rakyat yang naik 2,42 persen.
Penyebabnya, jelas Setianto, adalah kenaikan indeks harga yang diterima petani tanaman perkebunan rakyat sebesar 1,53 persen. "Ini lebih tinggi dari kenaikan indeks biaya produksi dan penambahan barang modal yang naik sebesar 0,48 persen," katanya.
Komoditas yang dominan mempengaruhi kenaikan biaya produksi dan penambahan barang modal di subsektor tanaman perkebunan rakyat, kata dia, "adalah ongkos angkut, upah menuai atau memanen dan harga pupuk urea."
Sebaliknya, subsektor yang mengalami penurunan NTUP terdalam adalah hortikultura, yakni -2,48 persen. Ini terjadi karena harga yang diterima petani hortikultura mengalami penurunan sebesar 2,38 persen, sementara indeks biaya produksi dan penambahan barang modalnya naik 0,11 persen.
"Komoditas yang mempengaruhi kenaikan biaya produksi dan penambahan barang modal sub sektor hortikultura adalah bibit bawang daun insektisida pembasmi serangga dan upah memanen," ujarnya.