Chatib Basri Ingatkan Perbankan Potensi Perubahan Kebijakan di 2023
BI diprediksi belum akan kerek suku bunga acuan tahun ini.
Jakarta, FORTUNE - Ekonom Senior Chatib Basri mewanti-wanti sektor perbankan untuk mengantisipasi perubahan kebijakan pada 2023, baik dari sisi fiskal, moneter, maupun relaksasi kredit.
Pasalnya, Kementerian Keuangan akan melakukan konsolidasi fiskal dengan mengembalikan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ke level tiga persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) di tahun depan.
Di sisi lain, Bank Indonesia (BI) juga berpotensi menaikkan suku bunga acuan, mengingat inflasi yang berpeluang meningkat di tahun depan.
"Pada tahun depan, terdapat risiko konsolidasi fiskal, kenaikan bunga bank sentral, dan pada saat yang sama peraturan relaksasi kredit oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan berakhir," ujarnya dalam Side Event Presidensi G20 Indonesia, Rabu (16/2).
Menurut Chatib, BI bakal tetap mempertahankan bunga acuan rendah di level 3,5 persen sepanjang tahun ini. Sebab, menurutnya, BI tak memiliki 'kemewahan' untuk menaikkan suku bunga acuan merespons rencana kenaikan bunga The Fed yang diperkirakan mulai dilaksanakan pada Maret 2021.
Ia menyebut, misalnya, Indeks Harga Grosir atau Wholesale Price Index (WPI) saat ini sudah lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi Indeks Harga Konsumen atau Consumer Price Index (CPI). Namun belum ada dampak signifikan dari kenaikan WPI kepada CPI.
"Ini artinya bisnis belum melakukan passthrough efeknya kepada konsumen dan mungkin produsen baru akan melakukannya di tahun depan," tuturnya.
Beda dengan taper tantrum
Selain itu, kebijakan tapering The Fed tahun ini juga berbeda pada periode taper tantrum tahun 2013. Saat itu, perekonomian tumbuh kuat di atas 6 persen sehingga kenaikan suku bunga tak akan terlalu menekan ekonomi.
"Namun sekarang, pertumbuhannya hanya 3,7 persen bahkan sebelumnya terkontraksi 2,1 persen. Jadi saya tidak berpikir BI akan menaikan bunga acuannya karena akan menghambat pemulihan ekonomi," kata Chatib.
Sementara itu, di tahun depan, tantangannya akan jauh lebih besar. Selain potensi kenaikan inflasi dan adanya konsolidasi fiskal, masa berlaku kebijakan restrukturisasi kredit oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga berakhir pada Maret 2023.
Maka dari itu, ia berharap perbankan bisa mengantisipasi berbagai risiko yang ada di tahun depan agar stabilitas sistem keuangan tetap terjaga. "Ini adalah risko yang harus kita antisipasi," kata Chatib.