Debat di Komisi VII: Duit Pengusaha Batu Bara Diduga Mengalir ke ESDM
ESDM benarkan ada masalah pencurian batu bara di Kaltim.
Jakarta, FORTUNE - Anggota Komisi VII Fraksi Partai Demokrat Muhammad Natsir geram dengan Kementerian ESDM atas persoalan krisis batu bara PLN. Ia menilai hal tersebut disebabkan sikap lembek kementerian terhadap perusahaan-perusahaan batu bara yang tak memenuhi ketentuan Domestic Market Obligation (DMO).
Bahkan, menurutnya, ada pencurian batu bara yang tak pernah ditangani. Padahal, dalam salah satu kunjungan kerja Komisi VII bersama Kementerian ESDM ke Kalimantan Timur, masalah itu disampaikan langsung kepala daerah.
"Masalah pengawasan tambang juga. Saya enggak tahu inspektur ini di mana. Batu kita hilang terus. Dan sampai ada disebut-sebut ratu batu bara tapi enggak ditangkap-tangkap ini orang. Produksinya 1 juta ton satu bulan. Tapi enggak ada laporan ESDM ke kita," kata Natsir dalam rapat bersama Kementrian ESDM di Komisi VII, Kamis (13/1).
Natsir mengklaim telah meminta Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri untuk menangkap sosok di balik pencurian batu bara tersebut. Pasalnya, tindakan itu tak hanya merugikan negara tapi juga menyebabkan kerusakan infrastruktur yang dibangun daerah.
Ia juga meyakinkan bahwa masalah tersebut sudah diketahui langsung oleh Dirjen Mineral dan Batu Bara yang ikut dalam kunjungan kerja bersama Komisi VII saat itu. "Ini batu curian tapi bisa dijual ke luar negeri. Semua tahu ini pemain batu bara. Waktu kita kunjungan Kalimantan Timur itu ini yang kita bicarakan," jalas Natsir.
Lantaran itu, ia menduga adanya uang yang mengalir ke kementerian dari sang penguasa 'ratu batubara' tersebut. Sebab kementerian terkesan abai dan tidak menindaklanjuti masalah yang sudah didengar langsung di lapangan.
"Gara-gara dia infrastruktur yang dibangun Pemda rusak semua. Benar kan pak Dirjen, itu yang disampaikan kepala daerah?" tanya Natsir yang lantas dibenarkan oleh Dirjen Minerba yang hadir dalam rapat. "Itu Pak. Tapi enggak dipegang-pegang. Apa ini duitnya sampai ke kementerian? Saya enggak tahu juga. Karena banyak. 1 juta ton satu bulan. Dengan harga 2,5 juta per ton batu bara, 2,5 triliun itu uangnya."
Belum sampai selesai Natsir mengutarakan pendapatnya, Menteri ESDM Arifin Tasrif langsung menyela. "Saya rasa Bapak harus bicara fakta yang betul," katanya.
"Apa? fakta yang mana? Betul ini yang saya sampaikan di Kalimantan Timur," jawab Natsir meninggikan suara. "Iya saya tahu itu. Tapi yang lain-lain itu harap sampaikan data yang benar," tepis Arifin.
Perusahaan Besar Langgar DMO
Dalam kesempatan tersebut, Natsir juga menyebut bahwa perusahaan-perusahaan batu bara yang melanggar ketentuan DMO adalah perusahaan-perusahaan besar. Karena itu ia meminta Kementerian ESDM membeberkan data perusahaan-perusahaan tersebut dan menguak fakta sebenarnya terkait kewajiban pemenuhan batu bara domestik.
Bahkan, kalau perlu, perusahaan-perusahaan bersangkutan dihadirkan pula di Komisi VII untuk memberikan klarifikasi. "Jangan ditutup-tutupi Pak Menteri. Saya minta data ini diserahkan ke komisi VII. Saya sudah minta duluan. Jadi sekali jangan bapak melakukan kebohongan publik," jelasnya.
Sebaliknya, menurut Arifin, apa yang disampaikan Natsir berlebihan dan tidak didasarkan pada fakta. "Apa yang Anda sampaikan itu tidak benar," sanggahnya.
Ia lantas membeberkan data Kementerian ESDM terkait perusahaan batu bara berdasarkan jumlah pemenuhan kewajiban DMO-nya. Dari 578 perusahaan yang terdata, hanya ada 47 perusahaan yang bisa memenuhi ketentuan DMO-nya 100 persen lebih.
Kemudian 32 perusahaan hanya bisa memenuhi ketentuan pada rentang 75-100 persen, 25 perusahaan dengan kisaran 50-75 persen, dan 17 perusahaan dengan range 25-50 persen. "Lalu ada 27 perusahaan yang pemenuhan kewajibannya baru di range 1-25 persen. Dan ada 428 perusahaan yang nol," tegasnya.