Imbal Hasil Global Bond RI di Bawah Bunga Fed, Sri Mulyani: Bersejarah
Kinerja pasar uang domestik disebut masih terjaga.
Jakarta, FORTUNE - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengatakan imbal hasil obligasi internasional (global bond) Indonesia masih terjaga di tengah kenaikan suku bunga Fed dalam 12 bulan terakhir. Bahkan, imbal hasilnya masih di bawah suku bunga Fed (Fed Fund Rate) yang mencapai 5,5 persen pada akhir Juli lalu.
"Kenaikan Fed Fund Rate yang mencapai 5,5 persen itu sudah sangat tinggi, namun global bond Indonesia masih bisa bertahan yield-nya di 4,3 persen. Bahkan lebih rendah dari Fed Fund Rate ini adalah sesuatu yang cukup historis untuk kinerja Indonesia global bonds kita," ujarnya dalam konferensi pers APBN KiTA, Jumat (11/8).
Meski demikian, Sri Mulyani mengatakan pemerintah tetap akan menurunkan penerbitan surat utang negara mengingat masih baiknya penerimaan negara dan belanja yang terjaga. "Kita bisa menurunkan penerbitan surat berharga negara yang (realisasinya per Juni 2023) hanya 25,8 persen dari target atau turun 17,8 persen dibanding tahun lalu," katanya.
Dia juga mengatakan bahwa tingkat kredit SBN dan APBN yang masih dinilai dengan outlook stable, menunjukkan bahwa asesmen risiko terhadap keuangan negara dan pengelolaan utang pemerintah dianggap baik. "Dalam artian berarti prospeknya akan semakin baik," ujarnya.
Nilai tukar stabil
Sri Mulyani juga menyampaikan bahwa kinerja pasar uang domestik Indonesia masih terjaga. Nilai tukar rupiah stabil bahkan cenderung mengalami apresiasi di 3,2 persen. Menurut Sri Mulyani, hanya dua negara di G20, yakni Mexico dan Brazil, yang menunjukkan apresiasi di tengah ketidakpastian global belakangan ini.
"Banyak negara di Asean maupun di G20 yang mengalami depresiasi yang cukup dalam seperti Turki dan Afrika Selatan," ujarnya.
Di samping itu, arus modal asing yang masuk (capital inflow) juga masih terjadi dan menunjukkan bahwa Indonesia termasuk salah satu negara yang memiliki atraksi sangat tinggi. "Foreign capital flow ke Indonesia cukup kuat," katanya.
Tercatat, aliran modal masuk dalam bentuk pembelian surat-surat berharga negara maupun korporasi mencapai Rp116,4 triliun. "Sedangkan mereka yang masuk untuk membeli capital atau ekuitas itu Rp25,2 triliun, jadi ini adalah suatu flow capital yang menggambarkan confidence terhadap kinerja perekonomian kita," ujarnya.
"Dengan capital flow yang kuat, kinerja ekonomi yang baik dan APBN yang juga membaik, maka SBN untuk 10 tahun mengalami yield yang terus menurun di 6,3 persen. Sementara untuk Indonesia global bond 10 tahun kita masih bertahan di 4,93 persen," katanya.