Investasi Tak Sesuai Ketentuan, LPDP Alami "Opportunity Loss" Rp1,2 T
BPK minta LPDP lebih optimal realisasikan investasi.
Fortune Recap
- Obligasi korporasi belum sesuai target, menyebabkan LPDP kehilangan kesempatan keuntungan sebesar Rp1,27 triliun.
- Pengelolaan Program Dana Abadi Kebudayaan (DAKB) 2022 pada LPDP juga dinilai belum seluruhnya sesuai dengan ketentuan.
Jakarta, FORTUNE - Pengelolaan investasi pemerintah yang dilakukan oleh Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) dinilai tidak sesuai dengan ketentuan. Ini terungkap dalam ikhtisar hasil pemeriksaan semester I-2024 (IHPS) yang dirilis Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) baru-baru ini.
Dalam laporan tersebut, auditor keuangan negara tersebut menyatakan bahwa sasaran peningkatan portofolio investasi pemerintah melalui Operator Investasi Pemerintah (OIP) LPDP tidak tercapai, dan realisasi penempatan dana pada obligasi korporasi belum sesuai target.
Selain itu, realisasi penempatan dana juga tidak sesuai dengan hasil rapat komite ALCO (Asset and Liability Committee). Ini menyebabkan LPDP kehilangan kesempatan untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar (opportunity loss) hingga Rp1,27 triliun atas penempatan dananya pada deposito jika dibandingkan dengan obligasi.
"Akibatnya, penempatan investasi dana abadi pada instrumen deposito jangka pendek tidak memberikan imbal hasil yang paling optimal," demikian keterangan BPK pada IHPS bagian hasil pemeriksaan pemerintah pusat terkait Pendapatan, Belanja, dan Investasi pada Badan Layanan Umum, dikutip Kamis (24/10).
Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan kepada Direktur Utama LPDP agar lebih optimal dalam merencanakan dan merealisasikan investasi LPDP selaku OIP dengan berpedoman pada ketentuan yang berlaku dan meningkatkan pengawasan terhadap kegiatan investasi.
Pada bagian yang sama, BPK juga menyatakan bahwa pengelolaan Program Dana Abadi Kebudayaan (DAKB) 2022 pada LPDP belum seluruhnya sesuai dengan ketentuan.
Pertama, penerima manfaat hasil kelolaan DAKB belum menyampaikan laporan secara lengkap, atau menyampaikan laporan yang tidak didukung oleh bukti pertanggungjawaban, atau bukti pertanggungjawaban tidak valid/dapat diyakini kebenarannya.
Kedua, penerima manfaat belum menyampaikan laporan tahap I sampai dengan batas waktu yang ditetapkan, sehingga tidak dapat mengajukan proses pencairan dana tahap berikutnya.
Ketiga, belum terdapat kebijakan terkait pengenaan sanksi atas keterlambatan penyerahan laporan akhir dan keterlambatan penyetoran sisa dana DAKB.
Akibatnya, penyaluran dana/pengeluaran yang tidak didukung dengan bukti pertanggungjawaban berpotensi membebani keuangan LPDP. "Selain itu, LPDP tidak dapat menilai kewajaran penggunaan dana, terjadi kelebihan pembayaran atas pertanggungjawaban yang tidak dilengkapi bukti valid, dan sisa dana DAKB tahun 2022 tidak dapat segera dimanfaatkan kembali oleh LPDP," demikian BPK.
Atas permasalahan tersebut, BPK mengeluarkan empat rekomendasi kepada Direktur Utama LPDP agar lebih optimal dalam berkoordinasi dengan manajemen pelaksana program DAKB, terutama untuk:
- Menelaah, memverifikasi, dan memvalidasi dokumen pertanggungjawaban program DAKB.
- Melakukan evaluasi kepada penerima manfaat atas pelaksanaan program DAKB 2022 sesuai kontrak dan petunjuk teknis.
- Menagih kelebihan pembayaran dan sisa dana kepada penerima manfaat serta menyetorkannya ke kas LPDP.
- Menyusun dan menetapkan petunjuk teknis Program DAKB yang mengatur sanksi keterlambatan penyampaian laporan akhir dan penyetoran sisa dana DAKB, serta menetapkan batas waktu pelaksanaan evaluasi laporan akhir.