Kelas 1,2, 3 BPJS Kesehatan Dihapus Tahun Ini, Segini Rencana Iurannya
Tarif BPJS Kesehatan standar diperkirakan Rp100-125 ribu.
Jakarta, FORTUNE - Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) telah menguji coba tarif BPJS Kesehatan "tanpa kelas" atau Kelas Rawat Inap Standar Jaminan Kesehatan Nasional (KRIS JKN). Tarif yang disimulasikan tersebut Rp125.000 atau jika digolongkan masuk antara kelas II dan III, serta Rp100.000 atau tarif kelas II.
Ketua Komisi Kebijakan Umum DJSN, Mickael Bobby Hoelman, mengatakan berdasarkan simulasi dua tarif tersebut, dana jaminan sosial kesehatan yang dikelola BPJS Kesehatan takkan terlalu terdampak.
"Kajian ini menggunakan medical loss ratio, dan kami juga telah memperhitungkan posisi DJSN 2022 unaudited pada Rp56,5 triliun," ujarnya dalam rapat di Komisi IX DPR, Kamis (9/2).
Untuk tarif kelas standar Rp125.000, misalnya, BPJS Kesehatan masih akan meraup total pendapatan sebesar Rp144,98 triliun dan memiliki total beban Rp161,81 triliun pada 2023. Dengan posisi medical loss ratio atau rasio klaim 108,49 persen, Dana Jaminan Sosial (DJS) 2023 masih akan surplus Rp42,49 triliun.
Demikian juga pada 2024 ketika BPJS Kesehatan masih akan meraup total pendapatan Rp150,98 triliun dan memiliki total beban Rp174,22 triliun. Dengan posisi medical loss ratio atau rasio klaim 112,69 persen, DJS 2024 masih akan surplus Rp20,79 triliun.
Meski demikian, dengan tarif standar Rp125.000, BPJS pada 2025 akan kembali mengalami defisit Rp12,30 triliun. Pasalnya, total pendapatan Rp154,96 triliun dan total beban menjadi Rp189,09 triliun. Sementara rasio klaimnya akan meningkat lebih tinggi menjadi 118,81 persen.
Dengan simulasi yang sama, tarif standar Rp100.000 akan membuat total DJS pada 2023–2024 masih surplus Rp42,49 triliun dan Rp20,79 triliun. Sedangkan pada 2025, DJS yang dikelola BPJS Kesehatan mulai mengalami defisit lebih besar, yakni Rp23,27 triliun.
"Kami melakukan simulasi pada tingkat tarif kelas 2,5 atau besaran antara kelas II dan III saat ini, dana JKN BPJS Kesehatan juga masih menunjukkan angka positif pada 2024. Demikian halnya apabila tarif ditingkatkan kepada tarif kelas II bagi layanan faskes KRIS, sedangkan faskes non KRIS masih sesuai dengan kelas kepesertaan dana jaminan sosial Kesehatan juga masih berada pada angka positif yaitu Rp17,41 triliun," katanya.
Sejumlah pertimbangan dalam simulasi tarif
Mickael menuturkan simulasi dampak implementasi KRIS terhadap ketahanan DJS tersebut dilakukan bersama dengan Kementerian Kesehatan, BPJS Kesehatan dan Kementerian Keuangan.
Kajian terkait ini juga didukung tim aktuaris independen dengan mempertimbangkan proyeksi penerimaan yang mencakup iuran peserta JKN dan penerimaan lainnya, dan pengeluaran yang meliputi klaim rawat inap dan rawat jalan di faskes rujukan tingkat lanjut maupun kapitasi dan nonkapitasi pada fasilitas tingkat pertama, termasuk juga proyeksi dana operasional.
Selain itu, proyeksi baseline ketahanan DJS Kesehatan juga mempertimbangkan beberapa intervensi bauran kebijakan, di antaranya penambahan biaya screening promotif dan preventif, perluasan faskes dan kapasitasnya, dampak long Covid-19 bagi penyintas, dan kebijakan tarif baru yang terbit dalam Permenkes nomor 3 tahun 2023.
Kemudian, DJSN juga melakukan uji sensitivitas seperti penambahan dan pengurangan peserta aktif.
"Hasil pengawasan uji coba KRIS dan penghitungan dampak terhadap dana DJS yang dikelola BPJS Kesehatan oleh DJSN menunjukkan bahwa KRIS JKN dapat diterapkan secara bertahap dengan senantiasa mempertimbangkan kesiapan dan penerimaan, terutama dari sisi para peserta," ujarnya.
Pada Rabu (8/2), Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, memastikan penerapan kelas rawat inap standar (KRIS) BPJS Kesehatan akan mulai berlaku pada tahun ini secara bertahap dengan iuran yang akan disesuaikan menjadi Rp100.000 atau Rp125.000.