Pakai Air Tanah Wajib Izin Kementerian ESDM, Begini Aturannya
Perizinan air tanah cegah kerusakan CAT dan land subsidence.
Jakarta, FORTUNE - Kementerian ESDM mulai mengatur perizinan penggunaan air tanah untuk menjamin ketersediaan yang berkelanjutan dan mencegah dampak lingkungan seperti penurunan muka tanah (land subsidence).
Pengaturan tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM No. 291/2023 tentang Standar Penyelenggaraan Persetujuan Air Tanah.
Plt Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Muhammad Wafid, mengatakan kebijakan ini menyasar penggunaan air tanah untuk kebutuhan sehari-hari di atas 100 meter kubik per keluarga per bulan baik oleh perorangan maupun kelompok.
Di luar itu, beleid ini juga menyasar penggunaan air tanah untuk pertanian rakyat di luar sistem irigasi yang telah ada; olahraga air untuk kepentingan umum; serta kepentingan litbang, pendidikan, dan/atau kesehatan milik pemerintah.
"Yang kami harapkan adalah bagaimana masyarakat tetap menggunakan air tanah secara berkelanjutan, dapat mengambil air itu tanpa ada gangguan, artinya oleh orang-orang yang mengambil secara berlebih. Itulah esensi dari pengaturan ini," ujarnya dalam konferensi pers di Kementerian ESDM, Senin (13/11).
Wafid juga menyampaikan bahwa pengaturan terkait persetujuan air tanah sebenarnya bukan hal baru. Ketentuan ini telah ada sejak era kolonialisme Belanda, yakni 1871.
Aturan terbaru mewujud dalam bentuk Undang-Undang (UU) No.17/2019 tentang Sumber Daya Air dan UU No. 6/2023 tentang Pengganti UU Cipta Kerja yang menjadi payung hukum Kepmen ESDM No. 291/2023.
Selain itu, aturan perizinan penggunaan air tanah juga telah mempertimbangkan penggunaan air secara proporsional. Menurut dia, rumah tangga yang belum tersambung dengan jaringan air perpipaan bisa menggunakan air tanah tanpa perizinan sepanjang penggunaannya masih di bawah 100 meter kubik per bulan.
Jumlah 100 meter kubik per bulan sendiri, menurutnya, sudah di atas rata-rata penggunaan air tanah rumah tangga Indonesia yang hanya 30 meter kubik per kepala keluarga (KK) per bulan.
Ia mengilustrasikan, 100 meter kubik per bulan setara dengan 100.000 liter atau 200 kali pengisian tandon air rumah tangga yang ada di rumah-rumah.
"Air tandon yang di rumah-rumah itu berisi volumenya 500 liter. Itu 200 kali pengisian. Jadi selama 1 bulan melakukan 200 kali pengisian, itu baru masuk kategori yang harus mengurus persetujuan, minimal segitu," tuturnya.
Sementara jika dibandingkan dengan volume galon air minum, 100 meter kubik setara dengan 5.000 kali pengisian galon air minum.
"Saya kira kalau pemakaian hari-hari biasa atau sebulan oleh keluarga biasa, misalnya, 4 anggota keluarga dalam satu rumah tangga, itu paling tidak rata-rata 30 meter kubik atau 30.000 liter per bulan. Jadi, tidak perlu khawatir untuk masyarakat umum," ujarnya.
Khusus untuk air tanah yang digunakan bagi pertanian di luar sistem irigasi, aturan ini menyasar perizinan untuk pertanian rakyat dan budidaya pertanian yang meliputi berbagai komoditas seperti tanaman pangan, perikanan, peternakan; serta perkebunan dan kehutanan yang dikelola oleh rakyat dengan luas tertentu.
"Kebutuhan airnya tidak lebih dari 2 liter per detik per kepala keluarga itu tidak perlu perizinan. 2 liter per detik itu, kalau dengan durasi tiap hari dalam sehari diambil 12 jam kira-kira itu dalam satu bulan kira-kira ada 2.600 liter per detik," sambungnya.
Banyak CAT sudah rusak
Dalam kesempatan tersebut, Wafid juga menjelaskan bahwa semangat pengendalian penggunaan air tanah diperlukan lantaran telah banyak cekungan air tanah (CAT) yang mengalami kerusakan atau dalam kondisi rawan rusak.
Pengambilan air tanah secara masif menjadi penyebab kerusakan CAT yang ditandai dengan menurunnya permukaan tanah.
"Semakin banyak semakin besar itu diambil dari cekungan air tanah, maka volumenya menurun. Atau declining dari permukaan air tanah di bawah itu akan semakin mempengaruhi tinggi permukaan tanah di daerah-daerah," tuturnya.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, kondisi CAT di pulau Jawa, khususnya di wilayah Utara, telah banyak yang mengalami kerusakan. Ia menyebut misalnya, CAT Jakarta, CAT Serang-Tangerang, CAT Bogor, CAT Bandung-Soreang, CAT Pekalongan-Pemalang, CAT Semarang, CAT Surabaya, dan CAT Karanganyar-Boyolali.
Di luar itu, ada juga CAT Medan di Sumatra Utara, CAT Palangkaraya-Banjarmasin di Kalimantan Selatan, dan CAT Bali-Tabanan di Pulau Bali.
"Sekali lagi kita ini adalah konservasi untuk mengamankan akuifer di cekungan air tanah di Indonesia kita mengamankan itu, jangan sampai akuifer itu nantinya sudah tidak ada airnya untuk diambil oleh masyarakat setempat dengan cost yang rendah," jelasnya.