Potongan Pajak THR Lebih Tinggi Karena Skema TER? Simak penjelasan DJP
Skema TER hanya disebut untuk permudah penghitungan pajak.
Fortune Recap
- DJP menjelaskan cara penghitungan PPh Pasal 21 pada bulan diterimanya THR dengan skema tarif efektif rata-rata (TER).
- Netizen ramai mengeluhkan skema baru yang dinilai memberatkan dan memotong jumlah THR yang diterima.
- Perubahan skema penghitungan PPh 21 diatur dalam Peraturan Pemerintah No.58/2023 dan Peraturan Menteri Keuangan No.168/2023.
Jakarta, FORTUNE - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menjelaskan cara penghitungan pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 pada bulan diterimanya tunjangan hari raya (THR) dengan skema tarif efektif rata-rata (TER).
Di media sosial X, skema baru ramai dikeluhkan netizen lantaran dinilai memberatkan dan memotong jumlah THR yang diterima menjadi lebih besar.
Terkait hal ini, Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, mengatakan PPh 21 dihitung dengan menjumlahkan gaji dan THR yang diterima pada bulan bersangkutan, kemudian dikali dengan tarif sesuai tabel TER.
“Jumlah PPh Pasal 21 yang dipotong pada bulan diterimanya THR memang akan lebih besar dibandingkan pada bulan-bulan lainnya karena jumlah penghasilan yang diterima lebih besar, sebab terdiri dari komponen gaji dan THR,” ujar Dwi seperti dikutip Antara, Selasa (27/3).
Perubahan skema penghitungan PPh 21 dengan TER diatur dalam Peraturan Pemerintah No.58/2023 dan Peraturan Menteri Keuangan No.168/2023.
Jika metode penghitungan sebelumnya pemberi kerja akan melakukan dua kali penghitungan dengan tarif Pasal 17 yaitu PPh 21 untuk gaji dan PPh 21 untuk THR, pada pengaturan baru pemberi kerja cukup menghitung penghasilan bruto sebulan dikali TER bulanan.
Komponen penghasilan bruto yang dimaksud mencakup gaji dan tunjangan teratur (termasuk uang lembur); bonus, THR, jasa produksi dan penghasilan lain yang sifatnya tidak teratur; imbalan dari kegiatan yang digelar oleh pemberi kerja; pembayaran iuran jaminan sosial ketenagakerjaan dan kesehatan yang dibayarkan pemberi kerja; serta pembayaran premi asuransi yang dibayarkan pemberi kerja.
Tidak menambah beban pajak
Sebagai contoh, jika pegawai tetap belum menikah dan tidak memiliki tanggungan (TK/0) menerima penghasilan bruto dari pemberi kerja senilai Rp6,5 juta pada masa pajak Februari, maka penghitungan PPh 21 menggunakan tarif efektif bulanan kategori A sebesar 1 persen.
Sementara ketika pada masa pajak Maret, pegawai tersebut menerima penghasilan bruto dari pemberi kerja sebesar Rp13 juta karena dijumlah dengan THR, maka tarif efektif bulanan PPh 21 yang digunakan adalah kategori A sebesar 5 persen.
Dwi menegaskan penerapan metode penghitungan PPh Pasal 21 menggunakan TER tidak menambah beban pajak yang ditanggung oleh wajib pajak, melainkan untuk mempermudah penghitungan PPh Pasal 21 masa pajak Januari hingga November.
Nantinya pada masa pajak Desember, pemberi kerja akan menghitung kembali jumlah pajak yang terutang dalam setahun menggunakan tarif umum PPh Pasal 17, dan dikurangi jumlah pajak yang sudah dibayarkan pada masa Januari sampai November sehingga beban pajak yang ditanggung wajib pajak akan tetap sama.