NEWS

Power Wheeling Kembali Didorong Masuk RUU EBET, Ini Pendapat IESR

Skemanya akan dorong swasta untuk terlibat.

Power Wheeling Kembali Didorong Masuk RUU EBET, Ini Pendapat IESRPetugas PLN melakukan pengecekan dan perbaikan listrik. (dok. PLN)
21 May 2024

Fortune Recap

  • Pemerintah mendorong skema power wheeling dalam RUU EBET untuk mendukung transisi energi menuju net-zero emission.
  • Power wheeling akan meningkatkan akses energi terbarukan, memicu peningkatan investasi, dan melibatkan produsen listrik BUMN dan swasta.
  • Pelaksanaan power wheeling harus mempromosikan energi terbarukan, tidak mengorbankan keandalan pasokan listrik, dan menciptakan pasar energi terbarukan.
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Pemerintah kembali mendorong skema Power Wheeling untuk masuk dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET).

Skema ini diwacanakan akan tercantum dalam ketentuan pemenuhan pasokan EBET Pasal 29A dan 47A, berbentuk rumusan kerja sama pemanfaatan jaringan.

Skema power wheeling adalah penggunaan bersama jaringan listrik. Dalam skema ini, produsen tenaga listrik dapat menyalurkan listrik langsung kepada pengguna akhir dengan menggunakan jaringan transmisi dan distribusi yang dimiliki pemegang izin.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, menilai masuknya power wheeling dalam RUU EBET akan menciptakan peluang pengembangan sumber dan pemanfaatan energi terbarukan yang lebih luas untuk mendukung transisi energi menuju net-zero emission (NZE) yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Pasalnya, keberadaan power wheeling akan berdampak pada semakin banyaknya pasokan dan permintaan energi terbarukan, khususnya untuk solusi elektrifikasi industri, sehingga memicu peningkatan investasi. Pada akhirnya, power wheeling juga meningkatkan akses bagi masyarakat dan pelaku usaha untuk menggunakan energi terbarukan.

Di samping itu, ketergantungan pada permintaan dan proses pengadaan dari PLN menjadi salah satu faktor yang menyulitkan pengembangan energi terbarukan di Indonesia secara cepat.

"Posisi PLN sebagai single offtaker [pembeli atau penyedia energi tunggal] menyebabkan pengembangan sumber daya energi terbarukan tidak optimal. Skema power wheeling akan mendorong keterlibatan produsen listrik baik BUMN lain dan swasta dalam pengembangan energi terbarukan sehingga dapat menambah bauran energi terbarukan Indonesia lebih cepat," ujarnya dalam keterangan resmi, dikutip Selasa (21/5).

Menurut Fabby, kekhawatiran yang menganggap power wheeling sebagai bentuk privatisasi kelistrikan tidak tepat. Jaringan transmisi itu tidak dijual ke pihak swasta dan masih dalam kepemilikan PLN sebagai BUMN.

Justru skema ini dapat mengoptimalkan utilisasi aset jaringan transmisi PLN sehingga menambah penerimaan PLN dari biaya sewa jaringan, yang bisa dipakai untuk memperkuat investasi PLN di jaringan.

IESR juga menyoroti beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan power wheeling.

Pertama, skema ini harus menjadi mekanisme yang mempromosikan energi terbarukan. Oleh karenanya, secara spesifik harus disebutkan dalam RUU sebagai power wheeling energi terbarukan. 

Kedua, penerapan power wheeling tidak mengorbankan keandalan pasokan listrik.

Ketiga, power wheeling perlu diatur sehingga tidak merugikan pemilik jaringan. Untuk itu, tarif penggunaan jaringan listrik bersama harus mencerminkan biaya yang diperlukan untuk mempertahankan dan meningkatkan keandalan sistem, biaya layanan, serta menutupi biaya investasi untuk penguatan jaringan. 

Keempat, pemerintah atau regulator yang menetapkan formula tarif penggunaan jaringan listrik bersama, dan kelima, untuk memperjelas implementasi maka diperlukan pembuatan aturan turunan mengenai power wheeling yang lebih terperinci.

“RUU EBET dapat mengamanatkan aturan power wheeling yang lebih [mendetail] dan teknis di instrumen peraturan pelaksanaan UU dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) dan peraturan teknis dan detailnya akan diatur melalui peraturan menteri ESDM,” jelas Fabby.

Saat ini, industri mempunyai kepentingan untuk membangun industri yang berkelanjutan. Banyak asosiasi industri mendesak hal serupa, salah satunya industri-industri yang bergabung dalam RE100, yang memiliki target penggunaan energi terbarukan sebelum 2030.

"Adanya skema power wheeling akan memudahkan industri untuk memperoleh listrik dari sumber energi terbarukan sehingga dapat mengurangi jejak karbon industrinya, mencapai target keberlanjutannya, dan memberikan citra industri hijau yang baik bagi pelanggannya. Ini positif bagi peningkatan iklim investasi di Indonesia,” ujarnya.

Related Topics