Presiden Lobi Prancis hingga Belanda untuk Percepat Realisasi JETP
Jokowi sampaikan perlunya perluasan skema JETP.
Jakarta, FORTUNE - Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) melobi sejumlah kepala negara untuk mempercepat realisasi dana transisi energi melalui skema Just Energy Transition Partnership (JETP) dalam kunjungannya ke India, Sabtu pekan lalu.
Hal tersebut dilakukan melalui pertemuan bilateral dengan sejumlah kepala negara seperti Presiden Prancis Emmanuel Marcon dan Perdana Menteri (PM) Belanda Mark Rutte di Bharat Mandapam, IECC, Pragati Maidan, New Delhi, India.
Dalam pertemuan dengan Macron, Jokowi menyampaikan harapan agar Prancis dapat merealisasikan komitmen untuk proyek transisi energi, termasuk di dalamnya melalui skema JETP.
Ia juga menyampaikan apresiasinya terhadap Prancis lantaran telah membawa calon investor ke Ibu Kota Nusantara (IKN) dan menghasilkan 4 LoI (Letter of Intent) untuk mendukung pembangunan ibu kota baru tersebut.
Presiden berharap kesepakatan antarkedua negara tersebut dapat segera terwujud dalam waktu dekat.
Sementara kepada Mark Rutte, Jokowi menyampaikan harapan agar Belanda dapat memberi dukungan kepada Indonesia untuk mengembangkan teknologi rendah karbon hingga mendorong penghapusan EU Deforestation Regulation.
“Saya juga berharap, Belanda dapat dukung pengembangan teknologi rendah karbon dan konversi PLTU ke energi terbarukan sebagai tindak lanjut kerja sama JETP serta mendorong penghapusan EU Deforestation Regulation agar tidak diskriminasi komoditas utama Indonesia,” ujarnya seperti dikutip dari situs Sekretarita Kabinet, Senin (11/9).
Dalam kesempatan tersebut, Jokowi juga menyampaikan bahwa ASEAN telah menyepakati Belanda sebagai mitra pembangunan.
“Walaupun prosesnya tidak mudah, namun akhirnya dapat disepakati. Saya berharap, ini akan lebih majukan kerja sama ASEAN dengan Belanda,” kata Presiden.
Minta skema JETP diperluas
Sementara itu, dalam pertemuan sesi pertama Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di tempat yang sama, Jokowi memaparkan sejumlah upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi peningkatan suhu bumi yang diprediksi akan terus meningkat dalam lima tahun ke depan.
“Bumi kita tengah sakit. Pada bulan Juli lalu, suhu dunia capai titik tertinggi dan diprediksi akan terus naik dalam lima tahun ke depan. Ini akan sulit ditahan, kecuali dunia menghadangnya secara masif dan radikal,” kata Jokowi.
Dia menyampaikan bahwa percepatan transisi ekonomi rendah karbon menjadi salah satu upaya yang dapat dilakukan. Namun, menurutnya, hingga saat ini pelaksanaan penurunan emisi masih sangat terbatas.
“Komitmen pendanaan negara maju, masih sebatas retorika dan di atas kertas, baik itu pendanaan climate US$100 miliar per tahun, maupun fasilitas pendanaan loss dan damage,” ujarnya.
Saat ini negara-negara berkembang membutuhkan bantuan dalam bidang teknologi dan investasi hijau untuk mempercepat penurunan emisi di dunia.
Selain itu, menurutnya lagi, pendanaan dalam percepatan penurunan emisi juga dinilai penting. Kerja sama antara pemerintah dan sektor swasta harus dilanjutkan karena dinilai dapat menjadi pembawa perubahan yang besar untuk menurunkan emisi.
“Tahun lalu di Bali, Indonesia telah menginisiasi G20 Bali Global Blended Finance Alliance, skema Just Energy Transition Partnership (JETP) ini harus diperluas dan diperbesar,” katanya.