Jakarta, FORTUNE - PT Bukit Asam (Persero) Tbk, perusahaan batu bara pelat merah, punya umur lebih tua dari republik ini. Berdiri pada 1876, perusahaan tak hanya menyaksikan berbagai peristiwa penting yang tercatat dalam sejarah, melainkan juga jadi bagian dari sejarah itu sendiri.
Hingga kini, PTBA, demikian sandi saham perusahaan tersebut, tetap eksis dan mencatatkan kinerja mentereng dengan berbagai inovasi dan transformasi yang terus berjalan. Yang menarik, perseroan tak berpuas diri dengan hanya bergerak di bidang pertambangan, melainkan terus memperluas sayap bisnisnya untuk menjadi perusahaan energi kelas dunia.
Lantas bagaimana profil dan sejarah Bukit Asam? Berikut ulasannya.
Profil dan sejarah PTBA
Ketika berdiri pertama kali pada 1876, perusahaan baru beroperasi pada pertambangan batu bara di Ombilin, Sumatera Barat. Kemudian, pada 1919, perusahaan berekspansi ke tambang terbuka di Air Laya, Tanjung Enim, Sumatera Selatan.
Setelah merdeka, Air Laya dinasionalisasi menjadi Perusahaan Negara (PN) dan pada 1950 namanya berubah menjadi PN Tambang Arang Bukit Asam (PN TABA).
Selanjutnya, pada 1981 PN TABA berubah menjadi Perseroan terbatas dan namanya berganti menjadi PT Tambang Batubara Bukit Asam (Persero). Tanggal 2 Maret 1981 menjadi tanggal resmi berdirinya PTBA.
Kemudian, pada 1990 perusahaan batu bara lainnya yang dimiliki oleh negara, yaitu Perusahaan Umum Tambang Batu bara bergabung dengan PT Tambang Batubara Bukit Asam (Persero). Sejak saat itulah PTBA menjadi perusahaan batu bara satu-satunya yang dimiliki negara.
Tahun 2002 menjadi tonggak bersejarah bagi PTBA, karena perusahaan tercatat sebagai perusahaan publik di Bursa Jakarta dengan melepas 25 persen sahamnya ke publik. Harga saham pertama tercatat pada Rp575 dengan kode saham PTBA. Selanjutnya pada 2011, saham PTBA mencapai harga tertinggi di level Rp27.000 per saham.
Pada 2013, PTBA mengalami perubahan visi menjadi perusahaan energi kelas dunia yang peduli lingkungan. Sebagai perusahaan energi, PTBA juga melebarkan sayapnya sebagai independen power producer (IPP) yang memasok listrik untuk PLN.
Pada 2015, Menteri ESDM RI Sudirman Said meresmikan pengoperasian PLTU Banjarsari milik perseroan berkapasitas 2x110 MW. Di tahun ini pula, PTBA melakukan groundbreaking PLTU Banko Tengah berkapasitas 2x620 MW di Tanjung Agung.
Tak hanya PLTU, perusahaan mengakuisisi perkebunan PT Bumi Sawindo Permai. Selain itu, PTBA juga meresmikan dermaga batu bara dan pelabuhan curah terbesar di Asia Tenggara dengan kapasitas pelabuhan sebesar 25 juta ton dan kapasitas sandar 210.000 DWT yang dilakukan oleh Menteri Perhubungan Ignasius Jonan di Tarahan, Bandar Lampung.
Akuisisi perusahaan jasa pertambangan PT Satria Bahana Sarana juga dilakukan di tahun yang sama.
Pada 2018, perusahaan berniat untuk membangun PLTU Mulut Tambang Sumatera Selatan 8. Untuk merealisasikan proyek tersebut PTBA melakukan Financial Closed dengan China Export Import Bank untuk meraih pinjaman.
Aksi korporasi dengan mengakuisisi PT Tabalong Prima Resources (TPR)—perusahaan yang bergerak di bidang penanganan batu bara dan memiliki sumber daya batu bara sebanyak 292 juta ton serta cadangan (mineable) sebesar 109 juta ton—serta PT Mitra Hasrat Bersama (MHB) perusahaan yang bergerak di bidang infrastruktur dan sarana transportasi batu bara.
Untuk meningkatkan tata kelola perusahaan yang baik, dua tahun setelahnya Bukit Asam menerapkan Manajemen Anti Suap ISO 37001:2016 dan menjadi BUMN pertama di sektornya yang menerapkan ISO 37001:2016.
Tahun 2021 juga menjadi tahun bersejarah bagi PTBA karena perseroan Asam mencatatkan kinerja keuangan tertinggi sepanjang sejarah dengan Laba Bersih sebesar Rp7,91 Triliun.
Perusahaan juga mengalami kenaikan total aset sebesar 50 persen dari Rp24,06 triliun di 2020 menjadi Rp36,12 triliun per 31 Desember 2021.