Redenominasi Rupiah Ditarget 2024, BI Jelaskan Mengapa Belum Rampung
3 faktor pengaruhi pelaksanaan redenominasi.
Jakarta , FORTUNE - Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, menjelaskan terdapat tiga faktor yang menyebabkan redenominasi rupiah belum dilakukan hingga saat ini, yakni kondisi makroekonomi, stabilitas moneter dan sistem keuangan Indonesia serta kondisi sosial dan politik.
Kondisi makroekonomi, menurutnya, sangat dipengaruhi oleh kondisi perekonomian global saat ini. Sebab, meski parameter makroekonomi dalam negeri telah membaik dan pulih, masih terdapat potensi dampak rambatan (spillover) dari perekonomian global yang masih dirundung ketidakpastian.
Ketidakpastian tersebut kembali meningkat dengan kecenderungan risiko pertumbuhan yang melambat dan kebijakan suku bunga tinggi di negara maju. Di sisi lain, perekonomian global tahun ini diproyeksi hanya mencapai 2,7 persen dengan risiko perlambatan terutama di Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok.
Perlambatan ekonomi AS berhulu pada tingginya tekanan inflasi terutama karena keketatan pasar tenaga kerja di tengah kondisi perekonomian yang telah pulih. Pada sisi lain, tekanan stabilitas sistem keuangan yang mereda di AS juga kemungkinan akan mendorong Fed untuk kembali meningkatkan suku bunga acuan.
Di Tiongkok, pertumbuhan ekonomi setelah pembukaan akibat Covid-19 ternyata tidak sekuat perkiraan di tengah inflasi yang rendah sehingga mendorong pelonggaran kebijakan moneter.
Terkait, kondisi moneter dan stabilitas sistem keuangan, Perry mengatakan Indonesia juga masih dihantui ketidakpastian global meski kondisi di dalam negeri telah mulai stabil.
Terakhir, soal kondisi sosial dan politik, pertimbangan BI didasarkan pada perlindungan terhadap situasi sosial dan politik kondusif untuk melakukan redenominasi. "Untuk kondisi sosial dan politik ini pemerintah yang lebih mengetahui," ujarnya dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur Bulan Juni 2023, Kamis (22/6).
Redenominasi didefinisikan sebagai penyederhanaan nilai mata uang rupiah tanpa mengubah nilai tukarnya. Kebijakan ini bertujuan untuk menyederhanakan jumlah digit pada pecahan rupiah tanpa mengurangi daya beli, harga atau nilai rupiah terhadap harga barang dan/atau jasa.
"Redenominasi sudah kami siapkan dari dulu. Masalah desain, tahapannya, sudah kami siapkan semua secara operasional dan langkah-langkahnya," kata Perry sembari mengatakan pihaknya belum menemukan waktu yang pas untuk melaksanakannya.
Dalam hal regulasi, dasar hukum untuk meredenominasi rupiah sebenarnya telah masuk dalam Permenkeu RI No. 77/PMK.01/2020 tentang Rencana Strategis Kementrian Keuangan Tahun 2020–2024. Beleid tersebut memasukkan perlunya penetapan atas Rancangan Undang-Undang Perubahan Harga Rupiah (Redenominasi)—di samping RUU Pelaporan Keuangan, RUU Pasar Modal, RUU BI, hingga RUU Perbankan.
Artinya, pemerintah sudah harus memasukkan RUU ini dalam Prolegnas (Program Legislasi Nasional) selambatnya pada 2024 ditambah dengan RUU Mata Uang.