RUU HKPD: Pajak Hiburan Turun dari 35% menjadi 10%
RUU HKPD atur rentang tarif pajak diskotek hingga spa.
Jakarta, FORTUNE - Pemerintah mengatur ulang sejumlah ketentuan pajak dan retribusi daerah melalui pengesahan Rancangan Undang-Undang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD). Salah satunya terkait tarif pajak kesenian dan hiburan yang sebelumnya diatur dalam UU nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah.
Pajak yang dipungut dari sektor kesenian dan hiburan tergolong pajak barang dan jasa tertentu (PBJT). Jasa yang menjadi objek PBJT sektor ini di antaranya bioskop, pergelaran kesenian, musik, tari, busana, kontes kecantikan, kontes binaraga, pameran, pertunjukan sirkus, akrobat, sulap, pacuan kuda, perlombaan kendaraan bermotor, permainan ketangkasan.
Dalam Pasal 58 RUU HKPD, tarif PBJT ditetapkan paling tinggi 10 persen atau turun dari sebelumnya yang mencapai 35 persen. Kemudian, khusus tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen.
Ini berbeda dari UU 28/2009 yang tidak mengatur tarif bawah, dan hanya mengatur tarif maksimum untuk objek pajak tersebut, yakni 75 persen.
Pajak Lain
Selain hiburan, PBJT juga mencakup pajak makanan dan minuman, penerangan jalan, perhotelan, serta parkir. Jasa makanan dan minuman yang dimaksud meliputi restoran dan penyedia jasa boga atau katering yang melakukan penyediaan bahan baku dan bahan setengah jadi, pembuatan, penyimpanan, serta penyajian.
Namun penyerahan makanan dan minuman dengan peredaran usaha tidak melebihi batas tertentu yang ditetapkan Perda, dilakukan oleh toko swalayan yang tidak semata-mata menjual makanan atau minuman; dilakukan pabrik; atau disediakan oleh penyedia fasilitas yang menyediakan pelayanan jasa menunggu pesawat (lounge) dikecualikan dari PBJT
Kemudian, PBJT perhotelan mencakup penyediaan akomodasi dan fasilitas penunjangnya, serta penyewaan ruang rapat/pertemuan di hotel; hostel; vila; pondok wisata; motel; losmen; wisma pariwisata; pesanggrahan; rumah penginapan/guesthouse/bungalo/resort/cottage; tempat tinggal pribadi yang difungsikan sebagai hotel; dan glamping.
Sementara PBJT yang dikecualikan dari jasa perhotelan meliputi jasa tempat tinggal asrama yang diselenggarakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah; tempat tinggal di rumah sakit, asrama perawat, panti jompo, panti asuhan, dan panti sosial lainnya yang sejenis; tempat tinggal di pusat pendidikan atau kegiatan keagamaan; jasa biro perjalanan atau perjalanan wisata; dan jasa persewaan ruangan untuk diusahakan di hotel.
Terakhir, PBJT jasa perparkiran meliputi penyediaan atau penyelenggaraan tempat parkir atau pelayanan memarkirkan kendaraan (valet). Adapun yang dikecualikan meliputi jasa tempat parkir yang diselenggarakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah, serta jasa tempat parkir yang diselenggarakan oleh perkantoran yang hanya digunakan untuk karyawannya sendiri.